05 Maret, 2012

SIAPA MAU JADI WIRAUSAHAWAN? by : ABDUH HISYAM

SIAPA MAU JADI WIRAUSAHAWAN?

Saat ini cukup banyak seminar tentang kewirausahaan. Rupanya masyarakat sudah cukup sadar bahwa jumlah para pelaku usaha di tanah air ini sangat kecil. Jika ingin maju, suatu masyarakat membutuhkan orang-orang yang gigih dalam berusaha sebesar 2% dari total jumlah penduduk. Jika jumlah penduduk Indonesia adalah 200 juta jiwa, maka dibutuhkan 400 ribu orang pengusaha. Tidak mengherankan jika orang-orang seperti Ciputra bekerja keras untuk mendidik anak-anak muda menjadi wirausahawan sejati. 

Seminggu yang lalu majelis Ekonomi dan kewirausahaan Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kebumen menyelenggarakan seminar kewirausahaan. Tujuannya adalah memotivasi para aktifis muda Persyarikatan untuk menggeluti dunia usaha. Jika mereka adalah guru, perawat, atau dokter, hendaknya mereka memiliki jiwa enterpreneurship. 

Seorang wirausaha atau enterpreneur tidak hanya mereka yang bergelut di dunia perdagangan. Mereka bukan hanya orang-orang yang memiliki toko, pemborong, pemilik pabrik, atau pengusaha rumah makan. Wirausahawan adalah mereka yang bekerja secara mandiri dan tidak tergantung kepada orang lain, apalgi kepada negara. Untuk itu seorang pemusik yang dengan keahliannnya bisa menghibur banyak orang sehingga ia mendapat cukup uang untuk hidup adalah juga wirausahawan. Kita bisa menyebut petani, penulis buku, wartawan, pelukis, pemain sepakbola, mubaligh, dll. 

Seorang wirausahawan sangat tergantung kepada etos kerjanya. Jika ia memiliki etos tinggi, jujur, bekerja keras, memiliki banyak kawan, tentu ia mendapat penghasilan yang cukup layak. Namun jika ia malas dan tidak jujur, ia tidak akan mendapat apa-apa. Di sini terjadi hukum fairness, keadilan. Mereka yang bekerja keras akan mendpat imbalan layak, namun mereka yang malas tidak mendapat apa pun. 

Para pelaku usaha adalah manusia-manusia yang sangat toleran kepada ketidakpastian. Tidak ada yang pasti dalam urusan rejeki. Kadang kala seorang wirausahawan mendapatkan rejeki secara berlimpah, namun pada lain waktu ia tidak mendapat apa-apa, bagaikan sungai di musim kemarau. Sekalipun demikian, hal itu merupakan kewajraan dalam dunia usaha. Yang penting seseorang sabar dan istiqomah. 

***

Di satu sisi kita ingin mencetak generasi muda berjiwa wirausaha yang tangguh, 
namun di sisi lain pemerintah justru tidak terlihat mendukung upaya ini. Kebijakan-kebijakan Pemerintah lebih mengarahkan generasi muda agar menjadi pegawai negeri sipil (PNS). Ini sangat disayangkan. Seorang PNS mendapat gaji pokok, tunjangan jabatan dan keluarga serta asuransi kesehatan. Sementara seorang petani tidak mendapatkan keistimewaan seperti itu. Akibatnya lebih banyak anak-anak muda tertarik menjadi PNS, sekalipun orangtua mereka adalah petani. Di mata anak-anak muda, menjadi PNS sangat nyaman. Tiap bulan mereka pasti pulang dengan membawa gaji, mendapat kendaraan dinas, dan kerjanya pun ringan. Bahkan seringkali tidak ada pekerjaan di kantor, sehingga mereka bisa baca koran, main catur, atau jalan-jalan ke pusat perbelanjaan. Rajin atau malas tetap mendapat gaji.

Hari-hari ini kita dikejutkan dengan berita adanya seorang pegawai departemen keuangan dengan masa kerja kurang dari sepuluh tahun namun memiliki rekening puluhan milyar rupiah. Dulu kita kaget karena kasus Gayus Tambunan, kini ada Dhana Widyatmoko. Keduanya pegawai pajak. Yang terakhir konon sangat santun dan relijius dan pernah jaadi tokoh idola di majalah milik sebuah partai Islam. PPATK juga pernah melaporkan banyaknya rekening mencurigakan milik para PNS muda. Di antara mereka banyak yang sering berlibur ke Singapura, atau umroh sekeluarga yang fotonya dipajang di facebook. Alangkah makmurnya para pegawai negeri di Indoneisa. Para pengusaha genteng dengan karyawan berjumlah 50 orang pun banyak yang belum mampu pergi umroh. Lha PNS kok bisa umroh sekeluarga. 

Bandingkan dengan anak-anak muda yang menekuni bidang usaha. Mereka sama sekali tidak mendapatkan dukungan apa pun dari pemerintah. Anak-anak muda yang bertitel sarjana di daerah Brebes, misalnya, banyak yang menekuni budi daya bawang merah. Mereka ada jadi petani, distributor, atau bergelut di bidang transportasi bawang merah ke luar Jawa. Mereka adalah anak-anak muda yang ulet. Mereka mandiri dan berpendidikan tinggi. Akan tetapi kebijakan pemerintah seringkali bertolak belakang dengan cita-cita rakyatnya. Kini anak-anak muda itu sedang gusar karena pemerintah membiarkan bawang impor dari Pakistan masuk ke pasar-pasar. Akibatnya harga bawang merah jatuh, dan ribuan pekerja menganggur. Padahal produksi nasional bawang merah surplus. Mengapa pemerintah mengimpor bawang merah? Sungguh aneh. 

Jika nasib para pemuda yang memilih menjadi pelaku usaha dibiarkan terpuruk sementara para PNS justru hidup makmur, sudah jelas menjadi wirausahwan bukan pilihan strategis. Buat apa jadi pengusaha jika kebijakan ekonomi negara tidak jelas, bunga pinjaman tetap tinggi dan tidak ada insentif sedikit pun dari pemerintah. 
Adalah benar jika beberapa tahun yang lalu MAW Brower pernah menulis sebuah risalah berjudul “Indonesia Negeri Pegawai”. Anak-anak muda sekarang lebih senang bekerja dengan sepatu mengkilap, baju seragam, dan tiap hari ke kantor. Handphone mereka selalu yang terbaru. . Tidak sedikit yang memakai blackberry. Tidak jarang obrolan di antara mereka adalah, “Ayo kita BBM-an.” Atau “ Hey, minta pin BB-nya dong.” Para istri PNS itu pun sering bergaya bak sosialita. Masyallah! 

Bandingkan dengan gaya hidup para pengusaha. Mereka semestinya bisa hidup mewah, namun justru memilih hidup sederhana. Mobil yang mereka pakai rata-rata bukan terbaru. Handphone pun banyak yang jadul. 

Masih adakah anak muda yang berminat menjadi wirausahawan? Jika kebijakan pemerintah masih seperti sekarang ini, maka menjadi pengusaha di negeri ini akan sangat berat. Anak-anak muda pun akan tetap bercita-cita jadi PNS. Kerja tidak jelas, namun gajinya jelas. Naudzubillahi min dzalik!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar