28 Juli, 2020

Dari Adam AS hingga Ibrahim: "Sesungguhnya Aku adalah dekat"

Kultum oleh Nadia Elasalama
Disarikan dari  Kajian Yaqeen Institute for Islamic Research

Jangan pernah menunda taubat dan berhenti berdoa, karena sesungguhnya Allah itu sangat dekat. Nabi Adam hidup dengan kenikmatan di surga, sedangkan Nabi Ibrahim hidup di tengah kesulitan di dunia. Dengan segala nikmat yang sudah diberikan Allah, Adam AS masih saja berbuat dosa, namun kemudian ia memohon ampun dan Allah menerima taubatnya. Pada kisah Nabi Ibrahim, ia tidak lelah untuk berdoa, dan Allah mengabulkan doanya (di waktu yang tepat), yakni menjadikan Makkah negeri yang aman dan ka'bah selalu dikunjungi, serta menghadirkan Rasulullah yang berjuang menjadikan umat muslim sebagai muslim yang satu.

Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu (Muhammad) tentang Aku, maka sesungguhnya Aku dekat. Aku Kabulkan permohonan orang yang berdoa apabila dia berdoa kepada-Ku. Hendaklah mereka itu memenuhi (perintah)-Ku dan beriman kepada-Ku, agar mereka memperoleh kebenaran. (QS. Al-Baqarah: 186)

Dalam QS Al-Baqarah, terdapat kisah tentang Nabi Adam AS dan Ibrahim AS, yang menunjukkan bahwa Allah sangat dekat: Maha Pengampun, Maha Penolong.

Nabi Adam adalah manusia pertama yang tinggal di surga dan hidup dengan segala nikmat dan kedamaian. Meskipun Allah telah memberikan segalanya, namun Nabi Adam masih tergoda oleh bujukan setan, hingga akhirnya ia harus terusir dari surga. Setelah menyadari bahwa ia berbuat dosa, ia tidak lari dan membenci Allah, namun ia bersegera mendekati Allah dan bertaubat. Pada saat yang sama pula (di ayat yang sama), Allah langsung menerima taubatnya.
"Kemudian Adam menerima beberapa kalimat dari Tuhannya, maka Allah menerima taubatnya. Sesungguhnya Allah Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang" (2:37)

Nabi Ibrahim adalah seseorang yang hidupnya penuh dengan ujian dan kesulitan. Ia hidup di dalam masyarakat dan keluarga yang menyembah berhala, dibenci dan dijauhi, dibakar hidup-hidup oleh Raja yang dzalim, tidak dikaruniai keturunan, hingga diperintahkan untuk menyembrlih putranya sendiri. Namun ia tidak pernah berputus asa pada rahmat Allah. Ia selalu taat dalam beribadah dan berjuang, tidak berhenti berdoa untuk memohon pertolongan. Doa-doanya diabadikan Allah dalam Alquran, dan Allah mengabulkan doanya dalam menjaga umat Islam.

Doa Nabi Adam AS:
"Ya Tuhan kami, kami telah menzhalimi diri kami sendiri. Jika Engkau tidak mengampuni kami dan memberi rahmat kepada kami, niscaya kami termasuk orang-orang yang rugi.” (Al A'raf: 23)

Doa Nabi Ibrahim AS:
Dan ingatlah ketika Nabi Ibrahim berdoa “Ya Tuhanku, jadikanlah negeri ini negeri yang aman dan limpahkanlah penduduknya rezeki dari buah-buahan, yakni orang-orang yang beriman kepada Allah dan hari akhir di antara mereka.” (QS. Al-Baqarah ayat 126).

“Ya Tuhan kami terimalah amal dari kami, sesungguhnya Engkau-lah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” (QS. Al-Baqarah 127).

"Ya Tuhan kami jadikanlah kami orang yang Berserah diri kepada-Mu dan anak cucu kami juga umat yang berserah diri kepada-Mu dan tunjukkanlah kepada kami cara-cara melakukan ibadah haji kami, dan terimalah tobat kami sungguh Engkau Allah yang Mahapenerima tobat Mahapenyayang." (QS. Al-Baqarah 128)

"Ya Tuhan kami utuslah ditengah mereka seorang rasul dari kalangan mereka sendiri, yang akan membacakan kepada mereka ayat-ayat-MU dan mengajarkan kitab dan Hikmah kepada mereka dan menyucikan mereka. Sungguh Engkaulah yang Mahaperkasa Mahabijaksana." (QS. Al-Baqarah 129)
❤️Saat Allah Mencintai Kita❤️

Kultum Nadia Elasalama
Disarikan dari Kajian Yaqeen Institute for Islamic Research

Apabila Allah mencintai kita (karena ketaatan kepada-Nya), Jibril dan para malaikat pun ikut mencintai kita. Cinta Allah selanjutnya disebarluaskan ke dalam hati orang-orang beriman di sekeliling kita. Kalau sudah begini, nikmat apa lagi yang pantas dicari di dunia?

Dari Abu Hurairah, Rasulullah SAW bersabda, "Sesungguhnya, Allah SWT jika mencintai seorang hamba maka Dia memanggil malaikat Jibril dan berkata, `Wahai Jibril, Aku mencintai orang ini, maka cintailah dia!' Maka, Jibril pun mencintainya, lalu Jibril mengumumkannya kepada seluruh penduduk langit dan berkata, `Wahai penduduk langit, sesungguhnya Allah mencintai orang ini, maka cintai pulalah dia oleh kalian semua.' Maka seluruh penduduk langit pun mencintainya. Kemudian, orang itu pun dicintai oleh segenap makhluk Allah di muka bumi ini." (HR Bukhari). Sumber: republika.co.id

Bagaimana agar Allah mencintai kita?
1. Cintai dan utamakan Allah, tanpa menyekutukan-Nya dengan yang lain. Karena jika benar-benar mencintai-Nya, segalanya akan kita relakan demi melakukan perbuatan yang Allah sukai. Allah yang Maha Mengetahui, tentu akan tahu bahwa kita berusaha sekuat tenaga untuk mencari ridha-Nya, ataukah hanya demi ridha manusia? Jika kita lillah dan sungguh mencintai-Nya, maka Allah akan lebih mencintai kita dan memberi limpahan rahmat pada kehidupan kita. Kejar akhirat, dunia pasti dapat.
2. Cinta yang datang dari orang-orang mukmin haruslah kekaguman akibat kemurnian iman yang ada pada diri kita, bukan karena pencitraan dan riya. Ibnul Qayyim berkata, kebaikan yang mereka lihat muncul karena Allah menutup aib diri kita. Maka, tuluslah dalam beriman dan bertakwa agar hati kita bersih, terhindar dari perbuatan dosa dan maksiat, sehingga dapat menutup kejelekan diri dan mampu menjadi teladan bagi orang mukmin.
Doa saat dipuji:
Dulu ada seorang sahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, yang apabila dia dipuji mengucapkan,

اللَّهُمَّ لا تُؤَاخِذْنِي بِمَا يَقُولُونَ، واغْفِر لِي مَا لَا يَعْلَمُونَ واجْعَلْنِي خَيْراً مِمَّا يَظُنُّونَ
“Ya Allah, jangan Engkau menghukumku disebabkan pujian yang dia ucapkan, ampunilah aku, atas kekurangan yang tidak mereka ketahui. Dan jadikan aku lebih baik dari pada penilaian yang mereka berikan untukku.”

Kebaikan dan kasih sayang yang diperoleh sebab berkumpul dan berjuang bersama orang-orang mukmin haruslah menjadi sarana untuk mendekatkan diri kita kepada Allah. Jangan berhenti beramal saleh dan menebar kebaikan dengan niat mencari ridha Allah, supaya Allah selalu mencintai kita.

Wallahu a'lam bishawab
Burung Beo
Kultum oleh Jasmina Zahra Hisyam
Rabu, 22/7/2020

Ada sebuah cerita, ada seorang guru yang dekat sekali dengan 3 orang anak. 3 anak ini senang bermain di rumah guru tersebut. Guru tersebut memelihara burung beo, setiap bermain ke rumah gurunya, mereka senang sekali bermain dengan beo tersebut.

Pada suatu ketika, ketika mereka sedang berada di rumah guru tersebut, guru itu meminta mereka untuk berkumpul, ada sesuatu yang guru itu ingin bicarakan. Pak guru itu berkata "kalian sepertinya senang sekali bermain dengan beo bapak, begini..bapak ini sudah tua, jadi bapak berniat untuk memberikan beo ini kepada salah satu dari kalian". 3 anak itu pun senang sekali, mata mereka berbinar-binar. "Untuk itu bapak minta tolong kalian bawa burung beo ini ke rumah kalian selama 3 hari, setelah itu bawa kesini lagi, bergantian". Kemudian guru itu menjelaskan  apa saja makanannya, cara membersihkannya dan lain2.

Anak yang pertama membawa beo tersebut selama 3 hari lalu dikembalikan, kemudian anak ke 2 dan 3. Setelah semua selesai membawa burung beo tersebut, Guru itu mengumpulkan mereka lagi,  ini adalah waktu untuk menentukan  kepada  siapa beo tersebut akan diberikan.

Anak-anak itu sudah tidak sabar ingin memiliki beo tersebut. Lalu si guru itu bercerita kepada 3 anak tersebut,bahwa ketika beonya dibawa pulang oleh si pertama, beonya sering berkata "ah bentar dulu" "lagi males" berulang-ulang. Kemudian ketika dibawa oleh anak yg kedua, beonya sering berkata "dasar" "f***" kata-kata yang kasar yg keluar dari Beo tersebut.
Kemudian ketika dibawa oleh anak yg ke 3 beo itu berucap "terimakasih" "ada yang bisa saya bantu,bu?"
Kemudian guru itu berkata,  "saya meminta kalian membawa burung beo ini kerumah kalian masing-masing,  agar saya  bisa tau, siapa yang "paling bisa" merawat beo ini, dari   cara beo  berucap,  saya tau kepada siapa semestinya Beo ini   saya berikan,"

Kedua anak tersebut pun tersenyum malu, kemudian guru tersebut menyerahkan beo tersebut pada anak yg ke 3.

Dari cerita diatas bisa dilihat bahwa dari cara orang berbahasa,  atau berbicara,  kita bisa tau orang itu seperti apa.
Linguistik adalah ilmu bagaimana bahasa bisa terbentuk, struktur bahasa dan segala aspek yang melingkupinya. Lingkungan  sangat berpengaruh besar bagi seseorang, bagaimana berbicara dan berbahasa yang baik, dalam  ilmu bahasa disebut sosiolinguistik.

Biasanya orang yang berpendidikan cenderung berbicara dengan sopan, dan santun. Sedangkan orang yang tidak berpendidikan cenderung berbicara kasar, dan tidak sopan.

Maka, meskipun pendidikan kita belum tinggi, tunjukkan bahwa kita mampu berbicara dan  berbahasa  sopan dan santun.

Maka, adalah sebuah kesalahan jika seorang yang berpendidikan tinggi  kok bisa sampai berkata kasar dan jorok, maka tidak semestinya orang tersebut berada di tempatnya.

Bicara lah yang baik, jika tidak sanggup , maka diam itu lebih baik, seperti  pesan Nabi dalam hadits sbb

وَمَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ اْلآخِرِ فَليَقُلْ خَيْرًا أَوْ لِيَصْمُتْ
 “Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir maka hendaknya dia berkata yang baik atau diam”

Dalam surah Qaf : 16-18 Allah berfirman
"Tiada suatu ucapan pun yang diucapkannya melainkan di dekatnya malaikat pengawas yang selalu hadir"

Berbicara adalah sebuah kebiasaan. Kalau kita terbiasa berbicara kotor, yang keluar kata-kata kotor. Kalau kita terbiasa berbicara baik  yang keluar kata-kata baik.

Semisal , jika kita tersandung kalo terbiasa bicara kotor ya yang keluar As*, kalo terbiasa beristighfar keluarnya Astaghfirullah.
Sama sama berawalan "as" tapi artinya sangat jauh sekali. Kata yang kedua Berpahala, karena kita memohon ampun pada Allah, sedang  yang pertama  tak berpahala, bahkan didengar juga tidak enak.

Berdzikir

Berdzikir adalah cara tepat untuk melatih kebiasaan berbicara baik.
 Dzikir pagi dan petang, selain dicatat  sebagai suatu amal soleh, juga melatih kita untuk berbicara yang baik. Maka rutinkan lah berdzikir. Bicaralah yang baik! Karena akan sangat tidak seimbang jika kita sudah mengaku beriman namun mulut masih mengeluarkan kata-kata tidak baik.

Wallahu a'lam bishawab.
SANTRI DAN ABANGAN

Kultum Oleh Abduh Hisyam
Kamis 23/07/2020

Di  Jawa dikenal tiga macam varian keberagamaan masyarakat, yaitu: abangan, santri dan priyayi. Ketiga istilah ini sudah ada sejak lama dan bahkan istilah abangan dan santri telah ditulis dalam sebuah risalah oleh seorang peneiti Belanda pada tahun 1800-an.  Di dalam risalah kuno  itu disebutkan bahwa kaum santri adalah kaum putihan –mungkin karena sering mengenakan busana putih—sedangkan kaum abangan karena sering menggunakan simbol-simbol berwarna merah.   Namun yang membuat istilah “abangan dan santri” terkenal dan menjadi pembicaraan dunia keilmuan adalah seorang sarjana antropologi bernama Clifford Geertz (1926-2006) yang meneliti kehidupan sosial keagamaan masyarakat Jawa dengan mengambil Mojokuto sebagai subyek penelitiannya.  Hasil penelitiannya dibukukan dengan tajuk “The Religion of Java.”  Walau buku itu hasil dari penelitian di tahun 50-an, namun hingga kini kategori santri-abangan tetap valid digunakan untuk membaca fenomena sosial keagamaan masyarakat Jawa.

Abangan adalah orang yang tidak menjalankan peribadatan yang diwajibkan menurut syariat seperti salat, puasa, zakat, haji.  Kaum abangan ritual keagamaan berdasarkan tradisi lokal.  Mereka menganggap praktek slametan sebagai ritual keagamaan.  Mata pencaharian kaum abangan kebanyakan adalah bertani.  Di bidang politk aspirasi kaum abangan adalah kepada PKI. Kaum santri adalah orang Islam yang menjalankan ajaran-ajaran Islam, berpegang secara murni kepada kitab suci dan sunnah Nabi. Pelbagai praktek keagamaan yang tidak berdasarkan kitab suci dan sunnah nabi manurut kaum santri adalah keliru.  Kebanyakan kaum santri  adalah pedagang, dan aspirasi politik mereka adalah kepada Masyumi atau  NU.  Kaum priyayi adalah kelompok yang dihormati di masyarakat Jawa, kebiasaan mereka adalah menghabiskan waktu dengan nembang atau menyanyikan macapat serta memelihara burung perkutut.  Mereka bukan kaum yang ketat menjalankan ritual agama, dan kebanyakan adalah kaum pegawai kantor-kantor pemerintahan.  Mereka berafiliasi kepada PNI. 

Pada Pemilihan Umum tahun 1955, PKI  memperoleh suara lebih banyak dari gabungan NU dan PNI.  Ini menunjukkan bahwa kaum abangan adalah mayoritas di Mojokuto. Masyumi yang merupakan representasi santri modernis mendulang suara paling kecil.

Banyak pengeritik memandang Geertz keliru memasukkan Priyayi sebagai varian keagamaan orang Jawa, karena priyayi adalah status sosial yang tak terkait dengan praktek keagamaan.  Priyayi adalah kategori duniawi.  Seorang priyayi bisa pula adalah seorang santri, seperti KH Ahmad Dahlan, atau bukan santri seperti R. Tirto Adisoerjo atau Ki Hajar Dewantroro.  Pula, kaum abangan yang disebut  Geertz dalam The Religion of Java sesungguhnya adalah orang-orang Islam, dan praktek ritual yang namanya slametan sebagian memiliki akar dalam tradisi Islam.

Walau banyak kritik, namun kategorisasi abangan-santri banyak membantu siapa pun yang ingin meneliti masyarakat Jawa.  Kategorisasi itu, walau banyak kekurangannnya, namun ketika dietapkan untuk menganalisa masyarakat lain pun tetap relevan, bahkan sangat pas.  Akibatnya varian abangan-santri semakin menguat.   Bahkan masyarakat Jawa sendiri menjadi lebih tahu mengenai dirinya setelah membaca karya Geertz tesebut.

Kritik yang paling mengena ditujukan kepada Geertz adalah  pada saat mengatakan bahwa model kehdupan priyayi akan menjadi impian banyak generasi muda Jawa, sehingga kelak dari tiga varian masyarakat Jawa, priyayi akan mengalami pembengkakan.  Geertz melupakan aspek pendidikan.  Dengan pendidikan masyarakat Jawa banyak yang kemudian menjadi santri.  Kaum abangan dan priyayi tidak sedikit berubah menjadi santri, dan ini adalah dampak dari pendidikan, terutama akibat kebijakan menteri pendidikan Bahder DJohan dari kabinet M. Natsir, seorang tokoh Masyumi.  Kebijakannya adalah memasukkan mata pelajaran agama Islam dalam kurikulum pendidikan di sekolah-sekolah yang dikelola negara.

Upacara slametan yang dulu dipandang sakral oleh kaum abangan, kini telah banyak mengalami islamisasi.  Wayangan dan pertunjukan gamelan pada saat slametan kini banyak diganti dengan pembacaan Yasin dan tahlil serta ceramah keagamaan dari ustaz atau kyai, walau tidak sedikit yang diganti dengan hiburan dangdut koplo.   Slametan yang tadinya adalah sarana mengikat kohesifitas sosial di mana masing-masing anggota masyarakat dapat berinteraksi satu sama lain dalam laku rewang atau sinoman, kini sudah hampir lenyap, diganti dengan Event Organiser yang mengatur segalanya dari tempat, hiasan, hidangan, hiburan, hingga buah tangan.  Keterlibatan seluruh anggota masyarakat dalam sebuah perhelatan yang diadakan seorang warga telah sirna.  Padahal keterlibatan semua orang dalam sebuah perhelatan mencairkan sekat-sekat yang ada di antara warga desa  dan menghangatkan hubungan antar mereka. 

Kini Mojokuto berubah menjadi  sebuah kota modern.  Banyaknya kursus bahasa Inggris yang tumbuh di sana membuat banyak pendatang yang berinvestasi, dan membuat banyaknya usaha penginapan, rumah makan, café, mini market, rental komputer untuk para pelajar yang belajar bahasa Inggris.  Masyarakat Jawa yang hendak mempertahankan tadisinya semisal wayangan dan slametan kini tersisih.  Himpitan ekonomi menjadi alasan utama yang membuat warga Mojokuto banyak yang menjual tanahnya dan pindah ke tempat lain. 

Sejak terbitnya Keputusan Mahkamah Konstitusi no.7/PUU-XIV/2016 tentang kepercayaan lokal, masyarakat Mojokuto kini punya keberanian untuk melaksanakan praktek-praktek kejawen atau memeluk agama lokal yang dulu mereka yakini seperti Sapto Darmo, Pangestu, Subud, dan lain-lain.  Tentu saja mereka adalah kaum abangan yang selama ini  berusaha kuat untuk tidak terpengaruh oleh arus besar Islamisasi.   Di tengah kuatnya arus modernisasi, seberapa kuat kaum abangan ini memegang teguh ajaran lama?

Setelah setengah abad lebih Clifford Geertz melakukan penelitian tentang masyarakat Jawa di Mojokuto, seorang peneliti muda Universitas Indonesia Amanah Nurish menapak-tilasi Geertz, dan melihat bahwa perubahan besar telah terjadi.  Modernisasi,  konstelasi politik, urbanisasi, dan banyaknya kaum pendatang merupakan gelombang perubahan yang  mengubah warna dan corak masyarakat Mojokuto.  Kelak akankah tidak ada lagi varian santri dan abangan?  Akan sangat bijak jika para pembaca menengok buku karya Amanah Nurish, “Agama Jawa: Setengah Abad Pasca Clifford Geertz,” Yogyakarta: LKiS, 2019.  Wasalam.

18 Juli, 2020

Self love
Kultum oleh Jasmina Zahra Hisyam
14/7/2020

Cinta yang jarang dibahas orang.
Lihatlah ke cermin. Lihat kita sendiri di cermin itu, apa yang kita lihat dari luar? Apakah bahagia? Apakah mencerminkan aura positif? Atau sedih? Depresi? Atau acakan2 rambutnya, tidak rapih, karena nyentuh rambut pun tidak pernah selama beberapa bulan?
Sekarang liat langsung ke mata, apakah matanya bercahaya semangat akan harapan atau sendu? Atau ngantuk? Diobservasi sendiri dan silahkan dijawab sendiri.

Terdengar aneh ya kultum kok kayak gini, tapi kita cenderung tidak peduli dg pembahasan ini. Bukan karena egois, selfish, tapi self—diri kita itu hal yang sangat krusial, sangat penting dlm hidup kita. Yang harus diubah ketika mau mengubah masyarakat atau pun dunia ya dimulai dari self, diri kita sendiri.

Berawal dari self-concept bagaimana kita berpikir tentang diri kita sendiri. Apakah diri kita itu positif atau negative? Ya hanya kita yang bisa merubahnya.

إِنَّ اللَّهَ لَا يُغَيِّرُ مَا بِقَوْمٍ حَتَّى يُغَيِّرُوا مَا بِأَنْفُسِهِمْ
Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah keadaan suatu kaum, sebelum kaum itu sendiri mengubah apa yang ada pada diri mereka. Ar-Ra’d [13]: 11

Kemudian self esteem menghargai diri sendiri. Org yg menghargai diri sendiri cenderung optimistik.
Akhirnya adalah self-love. Self love adalah seberapa besar kita cinta diri kita sendiri. 
Self love tidak sesederhana merasa baik terhadap diri sendiri tetapi lebih dari itu, mencintai diri berarti mengapreasiasi diri yang tumbuh dari aksi kecil yang akan mendukung kita tumbuh secara fisik, psikologis, hingga spiritual.

Bagaimana cara kita love ourself?

Tingkatkan Keimanan
Iman adalah fondasi yang kuat dalam self-love. Percaya pada sesuatu membuka jiwa Anda pada keindahan keyakinan dan kepercayaan. Saat kita meningkatkan spiritualitas itu juga akan membawa kita dalam perjalanan mempelajari hal-hal tentang diri kita. Karena selain kita sendiri, Allah lah yang mengetahui apa apa dalam diri kita ini, karena Dia lah yang menciptakan kita.

Jauhi kesempurnaan.
Kita tahu manusia sering salah dan banyak kekurangan. Jadi kita tidak perlu merasa depresi dsb jika kita melakukan sesuatu yg salah atau sedang ada masalah. Jamgan menyerah. Kita belajar dari kesalahan, dan seperti kata pepatah kegagalan membawa pada keberhasilan.

Jauhi pertemanan yang negative. Sekarang sedang ramai kata toxic. Nah jauhi orang-orang toxic. Pilih teman yang baik, lingkungan yang baik. InsyaAllah jika lingkungan kita adalah orang2 yang soleh dan shalihah mereka sangat memberi aura positif.

Bersyukur pada Allah
Mengapresiasi semua karunia yang Allah telah berikan kepada kita. Jika kita jatuh dan merasa tidak punya apa apa lagi, coba hitunglah seluruh karunia Allah pada kita, semua hal yang sudah Allah berikan pada kita. Itu akan membuat kita merasa beruntung dan berusaha bangkit lagi.

Menyemangati diri sendiri.
Manusia suka dengan pujian, dan kita tidak bisa mengharap orang memuji kita, jadi pujilah diri kita sendiri semangati diri kita sendiri. Karena jika berharap orang lain, orang lain mungkin malah akan mencemooh kita.

Ketika kita memiliki self love, kita akan mulai menerima kekurangan yang ada di dalam diri kita sebaik kita menerima kekuatan yang ada di dalam diri kita.
Self love, juga membuat kita lebih fokus terhadap tujuan dan nilai hidup yang kita jalani serta tidak terpengaruh berlebihan terhadap pendapat orang lain terhadap kita.

Memiliki self love tidak serta merta datang begitu saja, rasa cinta dalam diri juga perlu dibangun dan dipupuk. Maka dalam islam seiring dengan kita mendekatkan diri kepada Allah, sang Pencipta kita, maka dengan sendirinya kita juga mendekat, menghargai, dan mencintai diri kita sendiri.
KISAH TENTANG CERPEN “SUNAT”
Kultum Subuh Oleh Abduh Hisyam
17/07/2020

Di lemari buku tua peninggalan Bapak berjejer novel karya Pramoedya Ananta Toer (PAT), Maxim Gorky, dan kumpulan puisi Sitor Situmorang.  Walau bapak tokoh Muhammadiyah dan bangga sebagai seorang Masyumi, beliau senang membaca karya-karya PAT dan puisi-puisi  Sitor Situmorang yang notabene berafiliasi kepada Partai Komunis Indonesia (PKI).  Saya ingat beliau pernah mengutip sajak Sitor Situmorang” “Malam Lebaran. Bulan Di Atas Kuburan”  di dalam khutbah Jumat. 

Di antara kumpulan buku karya PAT terdapat “Cerita Dari Blora” sebuah buku kumpulan cerpen yang ditulis saat PAT masih berusia duapuluh tahunan, sebuah usia yang masih sangat belia. Dalam kumpulan cerpen itu ada sebuah kisah bertajuk “Sunat”.   PAT sungguh pandai melukiskan tragedi kehidupan manusia secara ringkas dalam sebuah cerita pendek.  Ia memotret perasaan takut dan gembira seorang anak kecil usia 9 tahun yang akan disunat.  Suasana pedesaan di Blora di perempat pertama  abad 20  saat perayaan sunatan digambarkan secara fotografis, sehingga pembaca seolah masuk dan ikut tergabung di dalam pesta.   Ia seorang penutur kisah yang sangat realis.

Cerpen bertajuk Sunat dalam kumpulan Certia dari Blora mengisahkan seorang anak yang sangat gembira namun juga takut saat hendak disunat.  Ia takut karena disunat berarti dipotong sebagian daging kemaluannya yang tentu meninggalkan rasa sakit.  Walau banyak anak yang lebih dulu disunat mengatakan bahwa disunat itu tidak sakit, namun tetap saja kengerian membayang di benak.  Akan tetapi sunat mendatangkan kegembiraan karena seorang ia menjadi pembeda antara yang telah dewasa dan yang belum dan antara yang saleh dan tidak saleh.  Anak yang usianya lebih tua akan merasa minder dengan anak kecil yang telah disunat.  Seorang yang telah disunat dianggap telah menjadi seorang yang telah beragama Islam yang sebenar-benarnya.  Islam sejati.  Dan yang lebih membuat seorang anak gembira saat akan disunat  adalah banyaknya hadiah yang akan diterima pada saat ia duduk di atas kursi bak raja dan para tetamu mengucapkan selamat sambil memberikan tepukan di pundak.

Dalam cerpen itu juga diceritakan bagaimana kenduri upacara sunatan bak hiburan pasar malam di kota kecil Blora. Dikisahkan bahwa sang bunda  tampak cantik dan kenes karena mengenakan kebaya baru hadiah dari adiknya yang menjadi guru di kota R.  Acara dilangusngkan di gedung sekolah yang didirikan Ayah yang sekat-sekat kelasnya dibuka sehinga menyerupai aula besar memanjang.  Ayah tampak gagah berjas tutup berkain batik walau tanpa alas kaki.

Di akhir cerita Ibu bertanya kepada sang tokoh, apakah dirinya merasa telah menjadi Islam sejati.  Tersentak oleh pertanyaan itu, tokoh kita menjawab dengan polos bahwa ia tidak merasa telah menjadi seorang Islam yang sejati.  Ia tidak merasakan perubahan apa pun sebagai seorang Islam.  Ibunya kemudian menasehati bahwa jika belum merasa menjadi Islam sejati maka kamu harus naik haji seperti sang kakek.  Naik haji berarti naik kapal ke negeri Arab, pikir sang tokoh.  Tapi ia ingat bahwa Ayah bukan seorang haji.  “Mengapa Ayah tidak berhaji,” tanya sang tokoh kepada ibunda.  “Bapakmu tdak berhaji karena miskin.” 

Sang tokoh yang dinarasikan oleh Pramoedya sebagai aku, sangat kecewa dan berkecil hati ketika dikatakan bahwa menjadi Islam sejat berarti harus pergi haji, naik kapal ke negeri Arab.  Itu berarti ia harus kaya, padahal ia sejak kecil tidak pernah melihat dan merasakan kecuali kemiskinan.  Di sekelilingnya ia hanya menemukan anak-anak miskin. Walau bapaknya seorang guru dan pendiri sekolah namun ia tetap miskin.  Tokoh kita tidak merasa mampu menjadi seorang yang kaya, dan tidak akan  bisa menjadi seorang Islam sejati.

PAT memberikan gambaran getir seorang tokoh yang lahir di tengah keluarga miskin.  Ia merasa tidak akan mampu menjadi kaya.  Sebuah padangan yang sangat fatalsitik. Bagai si pungguk merindukan bulan.  Ia merasa sangat jauh untuk dapat menunaikan ibadah haji.  Di dalam paragraf terakhirnya terselip sindiran kepada agama, bahwa agama Islam hanya untuk orang kaya, yang mampu mengumpulkan uang untuk membeli tiket kapal ke negeri Arab. 

Sebagai seorang yang sangat berempati kepada nasib orang-orang miskin, gambaran kemiskinan yang dilukiskan PAT dalam karya-karyanya sangat mengugah kesadaran akan kelas.  Namun dalam kisah “Sunat” semestinya PAT mampu mengembangkan sebuah harapan dan cita-cita seorang anak usia 9 tahun untuk menjadi seorang yang mampu mengumpulkan harta sehingga dapat menunaikan ibadah haji.  Entah mengapa PAT langsung melukiskan kekecewaan dan pupusnya harapan sang anak untuk menjadi serang Islam sejati karena ia lahir di lingkungan keluarga miskin.   Padahal banyak cerpenis dan novelis yang menyelipkan pesan optimis kepada semesta pembaca terutama generasi muda agar berani bermimpi mengubah nasib.  Andrea Hirata misalnya, menulis novel “Sang Pemimpi” tentang anak-anak miskin Pulu Belitung yang punya mimpi bersekolah di Sorbone, Perancis.  Ahmad Tohari juga seorang cerpenis yang senantiasa menceritakan orang-orang miskin, namun ia menyodorkan gambaran bahwa di tengah penderitaannya mereka tetap dapat merasakan kebahagiaan, dan selalu mampu menertawakan nasib mereka sendiri.

Di cerpennya ini PAT menunjukkan filsafat hidup dan ideologinya.  Ia hendak menyampiakan pesan bahwa agama, dalam hal ini Islam, adalah agama kaum borjuis dan bukan agama untuk kaum miskin.  Bagi seorang santri seperti saya tentu saya menyangkal karena agama ini sejak awal lahirnya adalah memperjuangkan kaum miskin dan tertindas di kota Mekkah.  Bahkan ketauhidan seseorang tak bermakna apa pun jika tidak dikaitkan dengan perjuangan mengakkan  keadilan dengan membela kaum miskin.   PAT bukan seorang yang hidup di lingkungan santri.  Ia sejak muda (cerpen ini ditulis saat PAT berusia 20 tahunan) telah percaya kepada garis perjuangan kaum proletar yang berangkat dari materialisme.  Menurut ideloginya, agama tidak punya tempat dalam perjuangan kaum buruh-petani miskin mewujudkan masyarakat komunis.  Agama justru meninabobokkan manusia papa lewat iming-iming kebahagiaan di alam akherat sana.  Lewat cerpen “Sunat” ini saya merasakan misi yang ia gelorakan sebagai  seorang komunis atau simpatisannya, suatu hal yang selalu ia sangkal.  Sekalipun demikian cerpen-cerpennya sangat layak dibaca dan para pembaca tidak perlu khawatir menjadi komunis.

15 Juli, 2020

Corona , momen Penguatan Keluarga

Sejak Maret 2020, Kehidupan di Indonesia mulai berubah.
Yah, Karena menyebarnya Virus Corona dari China dan akhirnya sampai juga di Indonesia.


Untuk mencegah penyebarannya, Banyak negara melakukan Lock Down. Australia, Jerman dan
Italia salah satu negara yang melakukan Lock Down
Indonesia sendiri tidak melakukan lock down, tapi hanya PSBB (Pembatasan Sosial berskala besar ).

Sekolah sekolah, dari TK hingga perguruan tinggi untuk sementara diliburkan total, begitu juga sebagian perkantoran,mall, pasar dan tenpat pariwisata dan hiburan pun tutup.
Semua orang harus berada di rumah masing masing.

Kumpul Keluarga
Momen Corona yang sampai bulan Juli ini belum juga memperlihatkan tanda tanda menurun semakin membuat orang resah.
Bagaimana tidak resah, jalannya pendidikan terganggu, ekonomi menurun dll.

Hal ini juga menyebabkan mau tidak mau semua anak berkumpul di rumah masing masing .Sekolah dilakukan secara daring.
Yang  biasanya  kuliah, karena kampus diliburkan, akhirnya harus berkumpul kembali di rumah untuk waktu yang cukup lama.

Momen Penguatan Keluarga

Kumpul keluarga di saat merebaknya virus Corona ini sebaenarnya bisa disikapi secara positif .Justru sebagai orang beriman, dalam keadaan apapun harus mengambil sikap positif.

Sungguh beruntung orang beriman, jika dia diberi nikmat bersyukur, jika diberi musibah bersabar.

Musibah Corona mestinya kita sikapi dengan sabar yang baik
Fasbir Shabran Jamilan
Kata Alquran Bersabarlah kamu dengan sabar yang baik.

Sabar yg baik adalah mencari solusi tidak hanya sekedar pasrah.
Ada usaha positif mengatasi keadaan apapun.



Dalam momen kumpul keluarga ini,  bisa kita biasakan hal hal positif yang bisa meningkatkan religiusitas kita, diantaranya dengan mengajak keluarga shalat berjamaah, puasa sunnah bersama,  membaca alquran bersama dll.

Tahajud bersama

Dalam keluarga kami, salah satu sunnah baru yg dilakukan adalah tahajud bersama.
Ide ini atas inisiatif Om Hasan, adik saya.
Biasanya kami shalat tahajud sendiri sendiri, bahkan ada yg kadang tidak tahajud.
Dengan adanya inisiatif Tahajud bersama, akhirnya yg malas tahajud jadi gak enak, dan akhirnya ikut  shlat tahajud.
Ini adalah pemaksaan yg baik.Keluarga kami jadi seperti pesantren.
Alhamdulillah sunnah ini sudah dilaksanakan setelah Raamadhan hingga hari ini.
Doakan kami istiqamah.

Banyak hal positif dari rutinitas i Tahajud berjamaah yang menurut saya perlu digalakan bagi semua kaluarga muslim.
Tahajud adalah shalat sunnah yg sangat dianjurkan.
Begitu banyak manfaat shalat tahajud bagi manusia.
Melatih kedispilinan, memeberi dampak  yang baik bagi kesehatan juga mendekatkan diri kita pada Allah swt.

Dulu Khalifah Umar bin Khattab menganjurkan shalat Tarawih bersama yg sebelumnya tidak dilakukan oleh Nabi adalah dengan tujuan menyiarkan syiar bulan Ramadhan.Dan akhirnya Tarawih sampai hari ini menjadi hal yang sangat diutamakan.

Dalam sebuah penelitian, anak anak yg rajin shalat tahajud memiliki prestasi dan akhlak yg lebih baik dari pada yang tidak melaksanakan tahajud.
Semoga  Pandemi Corona menajadi momen keluarga muslim untuk menanamkan nilai nilai religius dalam keluarga kita.

Wallahu a'lam bisahawab

16 Juli 2020

08 Juli, 2020

Kultum Selasa 7 Juli 2020

Dzikir

Dalam buku larisnya yang berjudul “The Female Brain”,  Louanne Brizendine pada 2006 menyatakan bahwa perempuan mengeluarkan 20.000 kata perhari dibandingkan laki-laki yang hanya menggunakan rata-rata sebanyak 7.000 kata setiap harinya.

Hal ini juga sering disampaikan oleh Ibu Aisyah Dahlan Ahli Neurosains yang sering menyampaikan ceramah tentang Penguatan Keluarga.

Kira kira bagaimana kita menghabiskan 7000 dan 20.000 kata  tersebut?

Struktur otak yang didesain Allah swt memang sudah demikian. Wanita dengan 20.000 katanya mencoba menyelesaikan masalah dengan cara berbicara agar lega, sementara laki laki cenderung diam dalam menyelesaikan masalahnya.

Celakanya banyak yang tergelincir dalam  menghabiskan 20.000  kata tersebut,  banyak yg terperosok ghibah,  bicara ngalor ngidul  yang gak jelas isinya.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

أَكْثَرُ خَطَايَا إِبْنِ آدَمَ فِي لِسَانِهِ

‘Mayoritas kesalahan anak Adam adalah pada lisannya.‘” (HR. Thabarani)

Allah sudah memberi pedoman tentang bagaimana mengatasi hal tersebut dalam surat annisa 114 sbb

_Tidak ada kebaikan pada kebanyakan bisikan-bisikan mereka, kecuali bisikan-bisikan dari orang yang menyuruh (manusia) *memberi sedekah, atau berbuat ma'ruf, atau mengadakan perdamaian di antara manusia*. Dan barangsiapa yang berbuat demikian karena mencari keridhaan Allah, maka kelak Kami memberi kepadanya pahala yang besar_

Perkatan yg baik adalah yg berisi 3 hal, menyuruh org bersedekah , amar makruf nahi mungkar, dan mendamaikan manusia.

Usahakan perbincangan kita sehari hari adalah berkaitan dengan tiga hal tersebut.

Bagaimana menghabisakan 20.000 kata agar kita selamat?

Mari berusaha  menggunakan 20.000 kata kita diantaranya dengan memperbanyak dzikir dan membaca alquran.

Ibnu Qayyim dalam Kitabnya _Al Wabilush Shoyyib_ menulis ada 81 manfaat Dzikir, Diantaranya adalah

_dzikir menyebabkan lisan semakin sibuk sehingga terhindar dari ghibah (menggunjing), namimah (adu domba), dusta, perbuatan keji dan batil_

Ibnul Qayyim pernah mendengar gurunya, Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata,

الذكر للقلب مثل الماء للسمك فكيف يكون حال السمك إذا فارق الماء ؟

“Dzikir pada hati semisal air yang dibutuhkan ikan. Lihatlah apa yang terjadi jika ikan tersebut lepas dari air?”

Maka perintah dalam Alquran adalah agar kita berdikir sebanyak-banyaknya.

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا اذْكُرُوا اللَّهَ ذِكْرًا كَثِيرًا (41) وَسَبِّحُوهُ بُكْرَةً وَأَصِيلًا (42) 

“Hai orang-orang yang beriman, berzdikirlah (dengan menyebut nama) Allah, zikir yang sebanyak-banyaknya. Dan bertasbihlah kepada-Nya diwaktu pagi dan petang.

zikrullah ini bisa kita lakukan kapan dan di mana pun dalam setiap aktivitas.Sambil memasak, menyapu, nungguin lampu merah, menunggu delay pesawat, nungguin antrian di bank dll.

Dalam kondisi seperti itu, membaca istighfar, tasbih, dan tahmid mampu dilakukan setiap Muslimin. Bahkan, zikrullah bisa dilakukan wanita yang haid sekalipun. Jadi, zikrullah adalah ibadah yang mudah diamalkan. Hanya tinggal niat, tekad, dan kesungguhan yang luar biasa yang harus dihadirkan di dalam jiwa.

Al-Ghazali menjelaskan, zikrullah mengharuskan adanya *rasa suka dan cinta* kepada Allah Taala. Maka, tidak akan ada yang mengamalkannya ke cuali jiwa yang dipenuhi rasa suka dan cinta untuk selalu mengingat dan kembali kepada-Nya.
Kita kalo suka dengan seseorang pasti akan sering menyebut nyebut namanya.

Nabi Pernah menasehati Muadz Bin Jabal agar berdoa sebelum salam di waktu shalat agar berdoa sbb

اللَّهُمَّ أَعِنِّي عَلَى ذِكْرِكَ، وَشُكْرِكَ، وَحُسْنِ عِبَادَتِكَ

*“Ya Allah, bantulah aku atas berzikir kepada-Mu, bersyukur kepada-Mu, dan beribadah dengan baik kepada-Mu”*
(HR. Abu Dawud & an-Nasai)

05 Juli, 2020

BELAJAR MENJADI PEMIMPIN
Kultum Subuh Oleh Abduh HIsyam
5/07/2020

Kultum pagi ini saya bicara tentang kepemimpinan.   Di banyak pelatihan yang diadakan oleh organisasi pelajar misal IPM atau IMM, saya selalu  menampilkan hal-hal yang tidak terkait dengan teori kepemimpinan, melainkan hal dasar yang terkait dengan tata cara berpenampilan yang baik. 

Ada lima hal yang saya sampikan dalam pelatihan kepemimpinan: Berpakaian rapi, datang tepat waktu, duduk di depan, berjalan cepat, dan tidak menolak jika diberi kepercayaan.

Pertama, berpakaian rapi.
Pakaian acapkali dikenakan untuk menunjukkan siapa diri pemakainya.  Orang banyak menilai seseorang dari cara seseorang berpakaian.  Kerapian pakaian menjadi penting.   Sehelai dasi yang hanya berharga 10.000,- membuat seeorang diperlakukan istimewa.  Sebuah kopiah dan baju koko membuat seseorang dipaggil ustaz. Tiap tempat ada tatacaranya.  Berpakaian saat menghadiri pesta pernikahan tentu beda dari upacara kematian. Saat datang ke rumah seseorang yang sedang berduka, tidak pantas kita berpakaian warna-warni menyolok, apalagi dengan aseseoris blink-blink.  Saat pergi ke lembaga pendidikan atau lembaga keagamaan tentu pakaian yang kita kenakan haruslah yang menunjukkan kehormatan.  Beda dengan yang kita pakai saat berlibur ke pantai.

Eyang Kakung pernah bercerita bahwa ia pernah diejek temannya karena pakaian yang dikenakananya.  Ia saat usia sekolah tidak punya pakaian kecuali bekas milik kakaknya yang kedodoran.  Eyang kakung jika ingat peristiwa itu merasa sakit hatinya. 

Eyang Mas’udi selalu berpakaian rapi dan bersepatu walau hanya sekedar berkeliling pabrik genteng miliknya.  Ke masjid ia selalu mengenakan sarung terbaik lengkap dengan ikat pinggang khas santri Gontor.

Kedua, datang tepat waktu. 

Seorang pemimpin kata Buya Syafiie Marif, harus selangkah di depan dan seranting lebih tinggi.  Seorang pemimpin diharapkan lebih baik dari orang kebanyakan.  Maka imam selalu di depan karena bacaan dan agamanya lebih baik. 

Di masyarakat kita yang tidak terbiasa menghargai waktu, bersikap tepat waktu adalah istimewa.  Di Kebumen bayak acara selalu terlambat satu jam dari waktu yang telah ditetapkan.  Selalu saja ada alasan pembenar bagi keterlambatan tersebut.  Padahal keterlambatan bagi seorang guru dalam mengajar  atau pejabat dalam bekerja  adalah ibarat seorang pedagang mengurangi timbangan.  Semua melanggar norma umum dan norma agama.

Ketiga, duduk di depan.
Saat kita diundang ke sebuah acara mewakili organisasi kita, maka kita harus duduk di tempat yang trehormat.  Orang tidak melihat diri kita melainkan melihat  organisasi kita. 
Di pelbagai majelis banyak orang memilih duduk di belakang.  Mereka beralasan agar jika mengantuk tak terlihat, atau agar leluasa mengobrol atau bermain hape.  Itu perbuatan yang tidak menghormati majelis.  Keberadaan kita di tempat duduk paling depan adalah sikap hormat kita kepada majelis yang telah mengundang kita.

Keempat, berjalan dengan cepat.

Jalan cepat merupakan cermin seseorang apakah ia seorang yang cekatan atau tidak.  Saya sungguh prihatin dengan anak-anak muda yang selalu lambat dalam berjalan.  Ia pasti lambat dalam bekerja.  Sebagai bangsa yang harus banyak mengejar ketertinggalan dari bangsa lain, bangsa Indonesia harus mengubah cara berjalannya.

Bangsa Asia yang dikenal selalu berjalan cepat adalah bangsa Jepang. Konon masyarakat Jepang pada awalnya selalu lambat dalam berjalan.  Mereka berubah usai sang Kaisar berkunjung ke Eropa.  Beliau terkesan dengan orang-orang Inggris yang selalu berjalan cepat. Ia pun menganggarkan dana besar mendatangkan guru-guru dari Inggris untuk mengajari rakyt Jepang berjalan cepat.  Kini kita dapat menyaksikan masyarakat Jepang yang selalu bergerak dengan cepat.  Usai porak poranda dihancurkan  bom atom Amerika, Jepang bangkit dan meninggalkan negara-negara lain termasuk Amerika.

Kelima, jangan menolak  amanat.
Dalam sebah organisasi, penugasan adalah praktek perkaderan terbaik.  Maka jika diberi kepercayaan menjadi pengurus, mengetuai sebuah acara, mewakili organisasi menghadiri rapat, atau berpidato, jangan sesekali menolak.  Sekali kita menolak sebuah tugas, maka kepercayaan tidak lagi akan datang kepada kita.  Sekali kita terima sebuah kepercayaan maka selamanya kita akan dipercaya.
Janga pernah berkata, “Maaf saya tidak berpengalaman,” jika diberi sebuah tanggungjawab.  Itu pernyataan konyol.  Banyak orang tanpa pengalaman terlebih dahulu dalam memegang sebuah jabatan.   Atau “maaf saya tidak punya waktu.”  O lala, semua orang waktunya sama: 24 jam. Jangan menolak sebuah amanat.  Kerjakan saja.  Jika salah dalam bekerja, segera perbaiki.  Jika tidak ada ide, bertanya.

03 Juli, 2020

*Amal Sholeh*

_"Semua manusia celaka, kecuali ulama ( orang-orang yang berilmu). Para ulama inipun celaka, kecuali mereka yang mengamalkan ilmunya. Dan yang disebutkan terakhir inipun celaka, kecuali mereka yang tulus ikhlas.''_
_Al Ghazali_

Kyai Dahlan ternyata sering menyampaikan pesan Ghazali diatas, termasuk dalam buku Pelajaran Ahmad Dahlan terdapat kutipan tersebut.

Ini sebagai nasehat bagi kita untuk beramal dengan ikhlas.
Amal yg diterima Allah adalah yg ikhlas dan sesuai Tuntunan Nabi.

Ahmad Dahlan juga mengingatkan agar kita memperhatikan kan amal amal wajib termasuk jihad.
Jihad mengorbankan jiwa dan harta adalah  amalan  wajib.
Tapi banyak yg melalaikan nya.

عَلَيْكُمْ بِالْجِهَادِ فِيْ سَبِيْلِ اللهِ –تَبَارَكَ وَتَعَالَى-، فَإِنَّ الْـجِهَادَ فِـيْ سَبِيْلِ اللهِ بَابٌ مِنْ أَبْوَابِ الْـجَنَّةِ ، يُذْهِبُ اللهُ بِهِ مِنَ الْهَمِّ وَالْغَمِّ. “Wajib atas kalian berjihad ( berjuang) di jalan Allah Tabaaraka wa Ta’ala, karena sesungguhnya jihad di jalan Allah itu merupakan salah satu pintu dari pintu-pintu Surga, Allah akan menghilangkan dengannya dari kesedihan dan kesusahan.”[15]

Tentunya jihad sekarang bukan lagi berperang secara fisik, tetapi berperang melawan ketidak adilan, kebodohan, kemiskinan  dan
menegakkan agama  Islam dengan beramar makruf nahi mungkar sesuai Qur'an dan sunnah.

Dalam bab amal sholeh ini, Kyai Dahlan mengingatkan para ulama agar senantiasa  mendakwahkan tentang perkara Aqidah, ibadah, Akhlak, dan adab menurut Qur 'an dan sunnah

Beliau juga mewanti wanti agar memberantas bid'ah dan menjauhi hal hal jahiliyah dan  falsafah barat yang tidak percaya pada Tuhan , dan semua tingkah laku yg bertentangan dengan Al Qur'an dan Sunnah

_Marilah bersungguh sungguh berjihad untuk kembali kepada Al Qur'an dan Sunnah_

Kultum 2 Juli 2020
KISAH TENTANG NAMA
Kultum oleh Abduh Hisyam
Selasa, 30 Juni 2020

Shakespeare mengatakan, “What is in a name?” Apa arti sebuah nama.  Nabi mengajarkan kepada kita bahwa nama adalah doa.  Pada sebuah nama tersimpan sebuah harapan dan cita-cita.  Kita diperintahkan menamai anak kita  dengan nama yang baik.

Saat lahir saya diberi nama Muhammad Abduh.  Bagi orang Jawa nama Abduh terdengar aneh.  Di sekolah dasar, saat saya memperkenalkan diri teman-temanku berteriak; “aduh..aduuuuh.” Demikian pula saat saya ikut mengaji di sebuah madrasah di sore hari.  Tidak sedikit anak-anak mengejek namaku.  Saya tentu sedih.  Teman-temanku bernama Waluyo Rahmanto, Agus Susetianto, Rahmawan Pitoyo, Vivi Cahyaningsih, Laily Amaliyah atau Drajat Winanjar.  Mereka tidak pernah diejek karena nama.  Nama-nama mereka lebih mudah diterima daripada namaku. 

Saat orang-orang memanggilku, kebanyakan mereka keliru memanggilku  Abdul.  Nama Abdul lebih popular daripada Abduh.  Hingga kini masih ada orang-orang yang keliru tiap kali menyebut namaku.  Di antara mereka menyebutku  Afdoh.  Ada pula yang memanggilku Ngabduh.  Mereka terlalu fasih   melafalkan huruf ‘ain sehingga menjadi nga. 

Salah ucap ini bikin masalah. Suatu hari saya mendapat jadwal mengisi kultum usai tarawih di masjid PKU Muhammadiyah Sruweng.  Saya cari  nama saya di deretan huruf A.  Tidak ketemu.  Siapa tahu ada di uruf M, tidak ketemu juga.  Saya pikir panitia lupa memberiku jadwal.  Saat mereka saya tegur, mereka bersikeras menyantumkan namaku. Setelah bolak balik mencari, ternyata namaku ada di deretan huruf N.  Tertulis namaku  Ngabduh. 

Karena merasa tidak nyaman dengan nama saya, saya tanyakan kepada ibuku arti nama Muhammad Abduh.  Ibuku menjawab, Arti namamu “orang yang terpuji hamba Allah.”  Saya pikir cukup bagus, tapi mengapa banyak orang tidak akrab dengan namaku.  Tetap saja tiap hari  anak-anak tetangga mengejekku.  Saat aku berjalan, mereka pura-pura jatuh dan berteriak: “Aduh.” Sudahlah saya terima saja.  Hingga suatu hari salah seorang pamanku Om Cacik menunjukkan kepadaku sebuah tulisan di majalah Panji Masyrkat tentang Syeikh Muhammad Abduh: “Penggagas Islam Modern di Mesir,” lengkap dengan fotonya, seorang  lelaki tua bermata tajam, bersurban dan berjenggot.  Wow!  Ternyata Muhammad Abduh ini orang hebat.  Sejak saat itu tumbuh kebanggaan dalam hati.   Ibuku menamaiku Muhammad Abduh tentu agar saya menjadi pahlawan Islam sebagaimana tokoh pembaharu dari Mesir itu.

Suasana psikologisku berubah total ketika saya masuk Gontor.  Tiap kali para guru membaca daftar nama murid, dan sampai kepada namaku, hampir semua guru pasti berkomentar positif tentang sosok Muhammad Abduh sang pemabahru Islam dari Mesir.  Gontor adalah pesantren modern, sedangkan Abduh adalah tokoh modernis.  Gagasan Abduh tentu sangat cocok dengan visi pendidikan Gontor.  Komentar para guru ini memberikan motivasi kuat pada saya untuk belajar.

Sungguh jauh perbedaan antara lingkungan saat saya di sekolah umum dengan saat saya di Gontor.  Di SD karena guru-guru dan kawan-kawan saya kebanyakan adalah  abangan, mereka sangat asing dengan namaku.  Namun di Gontor, nama Abduh  menuai sanjung dan puji.  Walau sanjung dan puji itu bukan buatku, namun saya ikut menikmatinya.

Ketidaknyamanan dengan nama pemberian orangtua dialami pula oleh seorang aktifis politik berkebangsaan Palestina, Edward Said.  Di dalam memoarnya, Out of Place, kritikus sastra ini  merasa asing dari namanya ssendiri.  Di telinganya sendiri nama itu terdengar bodoh.  Bagaimana mungkin seorang anak Arab bernama Edward, padahal teman-teman sekolahnya tidak ada yang menggunakan nama Eropa, seperti  Omar Sharif (kelak aktor Hollywood), dan Hussein Talal (kelak raja Yordania).  Nama mereka benar-benar Arab,  tidak sebagaimana nama dirinya.  Namun akhirnya ia nyaman saja dengan nama tersebut, apalagi setelah hijrah ke Amerika Serikat.  Ia seolah memiliki dua identitas: Arab dan Eropa.  Dan dengan identitas tersebut ia memperjuangkan nasib bangsa Palestina. 

Paling tidak ada kesamaan antara saya dengan Edward Said.
Mulyadhi Kartanegara: Islam dan Kritik Atas Sains Modern
Kultum Nadia Elasalama

Materi kultum diambil dari pesan-pesan dalam kajian Prof. Mulyadhi Kartanegara. Sebagai seorang akademisi muslim, beliau terpanggil untuk mengkritik pemikiran sais modern—sebuah tanggungjawab moral. Baginya, sangat penting menyadari bahwa dampak dari sekularisasi ilmu sangat besar, karena tanpa disadari, Islam dan ilmu pengetahuan barat memiliki prinsip yang sangat berentangan. Sains sudah seperti agama, menjadikan orang percaya akan kebenarannya dan menggeser keberadaan Tuhan.
Apalagi pelajar-pelajar Islam masih jarang yang melakukan kritik terhadap nabi-nabi pengetahuan. Mereka cenderung hanya mengikuti dan menggunakan teori tersebut sebagai alat untuk memahami fenomena.

1. Kritik terhadap Sekularisme Sains
-Sains selalu berusaha meniadakan Tuhan, karena mengadakan Tuhan dianggap sebagai kebuntuan dalam memperoleh penjelasan ilmiah. Pada masa yunani kuno, para ilmuwan masih bertuhan dengan cara mencari sebab alam semesta. Namun semakin lama, semakin bangak ditemukan metode ilmiah yang bisa menjelaskan segalanya.
-Charles Darwin sebelumnya adalah kristen yang taat. Setelah ia menjadi ilmuwan, ia malah mengharamkan adanya sesuatu di luar realitas yang mempengaruhi proses evolusi.
-Hukum mekanik dianggap kebenaran final, banyak peryataan "Kalau mau sukses pelajari hukum fisika dan hiduplah dengan itu"
-Kritik Einstein terhadap sains: pengamatan ilmiah tidak sepenuhnya objektif, selalu ada campur tangan subjektif manusia. Hukum paling dasar dari sub-atom pun adalah prinsip ketidakpastian. Inilah inti untama yang sebenarnya mengatur. Contoh: Ketika mau meneliti sebuah partikel, ketika dipasang alat maka berubah menjadi gelombang. Maka hasil dari penemuan ilmiah tergantung pada tujuannya.
-Jalaluddin Rumi dulu sudah berupaya memahami bahwa Allah-lah pemilik bengkel sistem kerja alam semesta. Bukan determinisme (hukum sebab-akibat), namun ialah sifat kuasa Allah.

2. Kritik terhadap Materialisme
-menurut pandangan materialisme, yang paling fundamental adalah materi. Semuanya inti utama yang ada di alam semesta berasal dari materi. Padahal, menurut Islam segalanya berasa dari immateri (Tuhan).
-Seorang ilmuwan barat mengkritik materialisme yang mengatakan building block dari alam adalah atom, dan atom adalah materi. Sebenarnya, sebagian besar atom bersifat nonmateri. Atom tidak terdiri dari materi melulu. Kalau kita menolak keberadaan non-fisik, maka konsep atom tidak masuk akal.
-Fyodor Capra, di dalam quark, yang ada hanyalah hidden connection.
-Alam fisik, kematerialannya hilang, habis. Inilah yang mengingatkan kita pada Ibn Arabi bahwa alam semesta/dunia hanyalah bayangan. Apa yang disebut dunia fisik tidaklah nyata. Justru yang nyata adalah kehidupan non-fisik yang manusia tidak dapat ketahui keberadaannya. Yang awal adalah yang imaterial.
-Bergson: materi adalah kondensasi uap yang menguap dari ketel. Maka awalnya adalah dari non materi.
-Prof Mulyadhi awalnya sangat mengagumi pandangan psikologi Sigmund Freud, namun pandangan Freud lama kelamaan terlihat kalau ia berusaha menyingkirkan tuhan.

3. Kritik terhadap Positivisme
-Pandangan ini menyatakan bahwa segalanya harus dapat dibuktikan secara empiris. Menurut Prof Mulyadhi, Kaum Positivistik bilang "Jangan percaya pada apapun yang tidak bisa dibuktikan secara empiris." Namun apakah kata-kata mereka benar-benar empiris? Kan itu cuma ide. Pernyataan mereka sendiri pun tidaklah empiris, lantas kenapa harus dipercaya? Padahal, perkataan suara juga berasal dari makna (gagasan).
-Manusia selalu mengarapkan adanya bentuk fisik. Misalnya, air sering digambarkan berada dalam kendi. Makna dari kendi adalah air, dan inti yang penting adalah air yang ada di dalamnya (tidak terlihat).
-Dalam penelitian ilmiah, selalu ada subjektivitas ilmuwan yang menjadikan ilmu tidak pernah objektif. Ada latar belakang, ada yang membiayai, ada kemungkinan kedzaliman.

Upaya untuk melakukan kritik terhadap sains diperlukan, sebab tantangan sains sekarang jauh lebih besar daripada dahulu. Sains sekuler kini semakin berbahaya. Maka, apa solusinya? Islamisasi ilmu.

4. Islamisasi Ilmu (Islamisasi: usaha untuk mengislamkan ilmu-ilmu sekuler)
Sains modern sebenarnya banyak berasal dari Islam yang selalu berkaitan dengan spiritual, dilakukan oleh ilmuwan muslim dengan tujuan mulia. Karena terbawa ke barat, kemudian segala yang sifatnya nonmateri dihapuskan. Ilmu dianggap harus netral, universal, dan bebas nilai. Inilah yang menyebabkan sulitnya dilakukan islamisasi. Islamisasi mungkin dilakukan, karena dalam sains selalu ada unsur subjektif. Jika memungkinkan untuk dilakukan sekularisasi, maka mungkin pula dilakukan islamisasi.

Pertanyaan:
Perlukah melakukan islamisasi? Bernarkah sains modern berbahaya?
-> Sains modern berbahaya karena sangat bertentangan dengan Islam dan cenderung menolak ketuhanan, maka Islamisasi sangat perlu.
Karena bisa dilakukan netralisasi ilmu oleh barat (iptek dari Islam disesuaikan dengan nilai-nilai sekuler barat), apakah kita mau saja menerima produk sains sekuler? Sebagaimana mereka menghilangkan nilai-nilai Islam dari iptek, maka kita perlu mengislamkan sains barat.
Jangan merasa rendah diri dan khawatir Islamisasi ilmu tidak diakui karena kita punya epistemologi sendiri. Biarkan saja kalau itu dicaci, yang penting bermanfaat untuk umat Islam sendiri.

Beberapa pemikiran barat juga memiliki kritik sains modern, misalnya Humanistik Psikologi, yakni psikologi yang melibatkan psikologi pada hubungan manusia. Ini mengkritik psikologi behavioristik yang berbasis otak dan belum pada kesadaran nonfisik.  Sedangkan dalam psikologi Islam, kualitas kesadaran adalah hubungan pada Allah (hal metafisik) dan kualitas tertinggi adalah ketika manusia menyadari hal yg metafisik.

Popper juga melakukan kritik atas metode induksi, yang hanya menerima hal-hal yang dapat dibuktikan kesalahannya. Karena sains barat menggunakan metode yang berusaha menghilangkan hal yang imaterial, maka gunakanlah metode nonfisik yang selaras dengan prinsip Islam: irfani, bayani, dan burhani.

_Dan katakanlah: "Kebenaran itu datangnya dari Tuhanmu; maka barangsiapa yang ingin (beriman) hendaklah ia beriman, dan barangsiapa yang ingin (kafir) biarlah ia kafir"._ Manusia boleh memilih kafir atau mukmin. Karena orang barat memilih kafir, maka muncullah sains sekuler. Andai kita memilih beriman namun masih menganut sains sekuler, tentu akan sangat membahayakan umat Islam. Sehingga kita harus menambahkan metode ilmiah baru (yang sesuai dengan pandangan Islam) tanpa meninggalkan keunggulan dan hal positif yang telah ada dalam sains modern.

Impor peradaban Islam oleh peradaban Barat, impor peradaban Yunani oleh peradaban Islam, atau sebaliknya. Ini dinamakan naturalisasi ilmu. Sains dan teknologi Islam pun bisa diambil dari barat, karena pada zaman dulu juga begitu. Ini tidak masalah, sebab sejak masa lampau, teknologi dan sains dari dunia Islam sudah objektif dan bisa dipakai. Lihatlah Ibnu Sina, sangat diakui kehebatannya oleh Barat di bidang kesehatan.

Langkah-langkah yang perlu diperhatikan:
1. Jangan jauh dari sains modern. Kuasai dan tundukkanlah. Kalahkan dunia barat. Al Ghazali: jangan kritik sesuatu yg tidak kita kuasai.
2. Kuasai khasanah Islam. Jangan diabaikan, sebab  konsep universitas dan dasar-dasar ilmu pengetahuan sebenarnya diadopsi Barat dari tradisi keilmuan Islam, tetapi muslim sendiri lebih kagum pada khazanah barat daripada khazanahnya sendiri. Biarkan saja kalau belum diakui oleh Barat, karena yang penting diakui dan berguna bagi umat Islam terlebih dahulu.
3. Secara naluriah, manusia itu beragama namun kebanyakan manusia menolaknya. Filsafat barat yang sifatnya sekuler membuat orang menjadi jauh dari agama. Namun apabila yang dipelajari adalah filsafat Islam dan diniatkan untuk menguatkan kemajuan Islam, insya Allah akan membawa berkah.