03 Juli, 2020

Mulyadhi Kartanegara: Islam dan Kritik Atas Sains Modern
Kultum Nadia Elasalama

Materi kultum diambil dari pesan-pesan dalam kajian Prof. Mulyadhi Kartanegara. Sebagai seorang akademisi muslim, beliau terpanggil untuk mengkritik pemikiran sais modern—sebuah tanggungjawab moral. Baginya, sangat penting menyadari bahwa dampak dari sekularisasi ilmu sangat besar, karena tanpa disadari, Islam dan ilmu pengetahuan barat memiliki prinsip yang sangat berentangan. Sains sudah seperti agama, menjadikan orang percaya akan kebenarannya dan menggeser keberadaan Tuhan.
Apalagi pelajar-pelajar Islam masih jarang yang melakukan kritik terhadap nabi-nabi pengetahuan. Mereka cenderung hanya mengikuti dan menggunakan teori tersebut sebagai alat untuk memahami fenomena.

1. Kritik terhadap Sekularisme Sains
-Sains selalu berusaha meniadakan Tuhan, karena mengadakan Tuhan dianggap sebagai kebuntuan dalam memperoleh penjelasan ilmiah. Pada masa yunani kuno, para ilmuwan masih bertuhan dengan cara mencari sebab alam semesta. Namun semakin lama, semakin bangak ditemukan metode ilmiah yang bisa menjelaskan segalanya.
-Charles Darwin sebelumnya adalah kristen yang taat. Setelah ia menjadi ilmuwan, ia malah mengharamkan adanya sesuatu di luar realitas yang mempengaruhi proses evolusi.
-Hukum mekanik dianggap kebenaran final, banyak peryataan "Kalau mau sukses pelajari hukum fisika dan hiduplah dengan itu"
-Kritik Einstein terhadap sains: pengamatan ilmiah tidak sepenuhnya objektif, selalu ada campur tangan subjektif manusia. Hukum paling dasar dari sub-atom pun adalah prinsip ketidakpastian. Inilah inti untama yang sebenarnya mengatur. Contoh: Ketika mau meneliti sebuah partikel, ketika dipasang alat maka berubah menjadi gelombang. Maka hasil dari penemuan ilmiah tergantung pada tujuannya.
-Jalaluddin Rumi dulu sudah berupaya memahami bahwa Allah-lah pemilik bengkel sistem kerja alam semesta. Bukan determinisme (hukum sebab-akibat), namun ialah sifat kuasa Allah.

2. Kritik terhadap Materialisme
-menurut pandangan materialisme, yang paling fundamental adalah materi. Semuanya inti utama yang ada di alam semesta berasal dari materi. Padahal, menurut Islam segalanya berasa dari immateri (Tuhan).
-Seorang ilmuwan barat mengkritik materialisme yang mengatakan building block dari alam adalah atom, dan atom adalah materi. Sebenarnya, sebagian besar atom bersifat nonmateri. Atom tidak terdiri dari materi melulu. Kalau kita menolak keberadaan non-fisik, maka konsep atom tidak masuk akal.
-Fyodor Capra, di dalam quark, yang ada hanyalah hidden connection.
-Alam fisik, kematerialannya hilang, habis. Inilah yang mengingatkan kita pada Ibn Arabi bahwa alam semesta/dunia hanyalah bayangan. Apa yang disebut dunia fisik tidaklah nyata. Justru yang nyata adalah kehidupan non-fisik yang manusia tidak dapat ketahui keberadaannya. Yang awal adalah yang imaterial.
-Bergson: materi adalah kondensasi uap yang menguap dari ketel. Maka awalnya adalah dari non materi.
-Prof Mulyadhi awalnya sangat mengagumi pandangan psikologi Sigmund Freud, namun pandangan Freud lama kelamaan terlihat kalau ia berusaha menyingkirkan tuhan.

3. Kritik terhadap Positivisme
-Pandangan ini menyatakan bahwa segalanya harus dapat dibuktikan secara empiris. Menurut Prof Mulyadhi, Kaum Positivistik bilang "Jangan percaya pada apapun yang tidak bisa dibuktikan secara empiris." Namun apakah kata-kata mereka benar-benar empiris? Kan itu cuma ide. Pernyataan mereka sendiri pun tidaklah empiris, lantas kenapa harus dipercaya? Padahal, perkataan suara juga berasal dari makna (gagasan).
-Manusia selalu mengarapkan adanya bentuk fisik. Misalnya, air sering digambarkan berada dalam kendi. Makna dari kendi adalah air, dan inti yang penting adalah air yang ada di dalamnya (tidak terlihat).
-Dalam penelitian ilmiah, selalu ada subjektivitas ilmuwan yang menjadikan ilmu tidak pernah objektif. Ada latar belakang, ada yang membiayai, ada kemungkinan kedzaliman.

Upaya untuk melakukan kritik terhadap sains diperlukan, sebab tantangan sains sekarang jauh lebih besar daripada dahulu. Sains sekuler kini semakin berbahaya. Maka, apa solusinya? Islamisasi ilmu.

4. Islamisasi Ilmu (Islamisasi: usaha untuk mengislamkan ilmu-ilmu sekuler)
Sains modern sebenarnya banyak berasal dari Islam yang selalu berkaitan dengan spiritual, dilakukan oleh ilmuwan muslim dengan tujuan mulia. Karena terbawa ke barat, kemudian segala yang sifatnya nonmateri dihapuskan. Ilmu dianggap harus netral, universal, dan bebas nilai. Inilah yang menyebabkan sulitnya dilakukan islamisasi. Islamisasi mungkin dilakukan, karena dalam sains selalu ada unsur subjektif. Jika memungkinkan untuk dilakukan sekularisasi, maka mungkin pula dilakukan islamisasi.

Pertanyaan:
Perlukah melakukan islamisasi? Bernarkah sains modern berbahaya?
-> Sains modern berbahaya karena sangat bertentangan dengan Islam dan cenderung menolak ketuhanan, maka Islamisasi sangat perlu.
Karena bisa dilakukan netralisasi ilmu oleh barat (iptek dari Islam disesuaikan dengan nilai-nilai sekuler barat), apakah kita mau saja menerima produk sains sekuler? Sebagaimana mereka menghilangkan nilai-nilai Islam dari iptek, maka kita perlu mengislamkan sains barat.
Jangan merasa rendah diri dan khawatir Islamisasi ilmu tidak diakui karena kita punya epistemologi sendiri. Biarkan saja kalau itu dicaci, yang penting bermanfaat untuk umat Islam sendiri.

Beberapa pemikiran barat juga memiliki kritik sains modern, misalnya Humanistik Psikologi, yakni psikologi yang melibatkan psikologi pada hubungan manusia. Ini mengkritik psikologi behavioristik yang berbasis otak dan belum pada kesadaran nonfisik.  Sedangkan dalam psikologi Islam, kualitas kesadaran adalah hubungan pada Allah (hal metafisik) dan kualitas tertinggi adalah ketika manusia menyadari hal yg metafisik.

Popper juga melakukan kritik atas metode induksi, yang hanya menerima hal-hal yang dapat dibuktikan kesalahannya. Karena sains barat menggunakan metode yang berusaha menghilangkan hal yang imaterial, maka gunakanlah metode nonfisik yang selaras dengan prinsip Islam: irfani, bayani, dan burhani.

_Dan katakanlah: "Kebenaran itu datangnya dari Tuhanmu; maka barangsiapa yang ingin (beriman) hendaklah ia beriman, dan barangsiapa yang ingin (kafir) biarlah ia kafir"._ Manusia boleh memilih kafir atau mukmin. Karena orang barat memilih kafir, maka muncullah sains sekuler. Andai kita memilih beriman namun masih menganut sains sekuler, tentu akan sangat membahayakan umat Islam. Sehingga kita harus menambahkan metode ilmiah baru (yang sesuai dengan pandangan Islam) tanpa meninggalkan keunggulan dan hal positif yang telah ada dalam sains modern.

Impor peradaban Islam oleh peradaban Barat, impor peradaban Yunani oleh peradaban Islam, atau sebaliknya. Ini dinamakan naturalisasi ilmu. Sains dan teknologi Islam pun bisa diambil dari barat, karena pada zaman dulu juga begitu. Ini tidak masalah, sebab sejak masa lampau, teknologi dan sains dari dunia Islam sudah objektif dan bisa dipakai. Lihatlah Ibnu Sina, sangat diakui kehebatannya oleh Barat di bidang kesehatan.

Langkah-langkah yang perlu diperhatikan:
1. Jangan jauh dari sains modern. Kuasai dan tundukkanlah. Kalahkan dunia barat. Al Ghazali: jangan kritik sesuatu yg tidak kita kuasai.
2. Kuasai khasanah Islam. Jangan diabaikan, sebab  konsep universitas dan dasar-dasar ilmu pengetahuan sebenarnya diadopsi Barat dari tradisi keilmuan Islam, tetapi muslim sendiri lebih kagum pada khazanah barat daripada khazanahnya sendiri. Biarkan saja kalau belum diakui oleh Barat, karena yang penting diakui dan berguna bagi umat Islam terlebih dahulu.
3. Secara naluriah, manusia itu beragama namun kebanyakan manusia menolaknya. Filsafat barat yang sifatnya sekuler membuat orang menjadi jauh dari agama. Namun apabila yang dipelajari adalah filsafat Islam dan diniatkan untuk menguatkan kemajuan Islam, insya Allah akan membawa berkah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar