05 Juli, 2020

BELAJAR MENJADI PEMIMPIN
Kultum Subuh Oleh Abduh HIsyam
5/07/2020

Kultum pagi ini saya bicara tentang kepemimpinan.   Di banyak pelatihan yang diadakan oleh organisasi pelajar misal IPM atau IMM, saya selalu  menampilkan hal-hal yang tidak terkait dengan teori kepemimpinan, melainkan hal dasar yang terkait dengan tata cara berpenampilan yang baik. 

Ada lima hal yang saya sampikan dalam pelatihan kepemimpinan: Berpakaian rapi, datang tepat waktu, duduk di depan, berjalan cepat, dan tidak menolak jika diberi kepercayaan.

Pertama, berpakaian rapi.
Pakaian acapkali dikenakan untuk menunjukkan siapa diri pemakainya.  Orang banyak menilai seseorang dari cara seseorang berpakaian.  Kerapian pakaian menjadi penting.   Sehelai dasi yang hanya berharga 10.000,- membuat seeorang diperlakukan istimewa.  Sebuah kopiah dan baju koko membuat seseorang dipaggil ustaz. Tiap tempat ada tatacaranya.  Berpakaian saat menghadiri pesta pernikahan tentu beda dari upacara kematian. Saat datang ke rumah seseorang yang sedang berduka, tidak pantas kita berpakaian warna-warni menyolok, apalagi dengan aseseoris blink-blink.  Saat pergi ke lembaga pendidikan atau lembaga keagamaan tentu pakaian yang kita kenakan haruslah yang menunjukkan kehormatan.  Beda dengan yang kita pakai saat berlibur ke pantai.

Eyang Kakung pernah bercerita bahwa ia pernah diejek temannya karena pakaian yang dikenakananya.  Ia saat usia sekolah tidak punya pakaian kecuali bekas milik kakaknya yang kedodoran.  Eyang kakung jika ingat peristiwa itu merasa sakit hatinya. 

Eyang Mas’udi selalu berpakaian rapi dan bersepatu walau hanya sekedar berkeliling pabrik genteng miliknya.  Ke masjid ia selalu mengenakan sarung terbaik lengkap dengan ikat pinggang khas santri Gontor.

Kedua, datang tepat waktu. 

Seorang pemimpin kata Buya Syafiie Marif, harus selangkah di depan dan seranting lebih tinggi.  Seorang pemimpin diharapkan lebih baik dari orang kebanyakan.  Maka imam selalu di depan karena bacaan dan agamanya lebih baik. 

Di masyarakat kita yang tidak terbiasa menghargai waktu, bersikap tepat waktu adalah istimewa.  Di Kebumen bayak acara selalu terlambat satu jam dari waktu yang telah ditetapkan.  Selalu saja ada alasan pembenar bagi keterlambatan tersebut.  Padahal keterlambatan bagi seorang guru dalam mengajar  atau pejabat dalam bekerja  adalah ibarat seorang pedagang mengurangi timbangan.  Semua melanggar norma umum dan norma agama.

Ketiga, duduk di depan.
Saat kita diundang ke sebuah acara mewakili organisasi kita, maka kita harus duduk di tempat yang trehormat.  Orang tidak melihat diri kita melainkan melihat  organisasi kita. 
Di pelbagai majelis banyak orang memilih duduk di belakang.  Mereka beralasan agar jika mengantuk tak terlihat, atau agar leluasa mengobrol atau bermain hape.  Itu perbuatan yang tidak menghormati majelis.  Keberadaan kita di tempat duduk paling depan adalah sikap hormat kita kepada majelis yang telah mengundang kita.

Keempat, berjalan dengan cepat.

Jalan cepat merupakan cermin seseorang apakah ia seorang yang cekatan atau tidak.  Saya sungguh prihatin dengan anak-anak muda yang selalu lambat dalam berjalan.  Ia pasti lambat dalam bekerja.  Sebagai bangsa yang harus banyak mengejar ketertinggalan dari bangsa lain, bangsa Indonesia harus mengubah cara berjalannya.

Bangsa Asia yang dikenal selalu berjalan cepat adalah bangsa Jepang. Konon masyarakat Jepang pada awalnya selalu lambat dalam berjalan.  Mereka berubah usai sang Kaisar berkunjung ke Eropa.  Beliau terkesan dengan orang-orang Inggris yang selalu berjalan cepat. Ia pun menganggarkan dana besar mendatangkan guru-guru dari Inggris untuk mengajari rakyt Jepang berjalan cepat.  Kini kita dapat menyaksikan masyarakat Jepang yang selalu bergerak dengan cepat.  Usai porak poranda dihancurkan  bom atom Amerika, Jepang bangkit dan meninggalkan negara-negara lain termasuk Amerika.

Kelima, jangan menolak  amanat.
Dalam sebah organisasi, penugasan adalah praktek perkaderan terbaik.  Maka jika diberi kepercayaan menjadi pengurus, mengetuai sebuah acara, mewakili organisasi menghadiri rapat, atau berpidato, jangan sesekali menolak.  Sekali kita menolak sebuah tugas, maka kepercayaan tidak lagi akan datang kepada kita.  Sekali kita terima sebuah kepercayaan maka selamanya kita akan dipercaya.
Janga pernah berkata, “Maaf saya tidak berpengalaman,” jika diberi sebuah tanggungjawab.  Itu pernyataan konyol.  Banyak orang tanpa pengalaman terlebih dahulu dalam memegang sebuah jabatan.   Atau “maaf saya tidak punya waktu.”  O lala, semua orang waktunya sama: 24 jam. Jangan menolak sebuah amanat.  Kerjakan saja.  Jika salah dalam bekerja, segera perbaiki.  Jika tidak ada ide, bertanya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar