24 Juni, 2020

Jawaban Nadia kepada Bapak tentang Islam bukan sebagai Idiologi

Bismillah.

Dengan penuh keyakinan dan tanpa mengurangi rasa hormat, saya tidak setuju dengan pendapat Bapak. Barangkali teman-teman di grup ini juga merasakan keresahan yang serupa. Dalam tulisan ini, saya asumsikan pembaca adalah seorang muslim yang sepenuhnya yakin dan bangga bahwa Islam adalah agama yang paling benar dan paling baik, sehingga memudahkan kita untuk memahami melalui perspektif yang sama.

Jika Bapak melarang kami menjadikan Islam sebagai ideologi, di mana batas-batasnya?
1. Tampaknya ada sesat pikir dalam argumen _Islam sebagai agama dan jangan sebagai ideologi_. Saya kira, seseorang yang memeluk/menjadikan Islam sebagai agama, berarti sepenuhnya beriman serta menjalankan perintah dan menjauhi larangan-Nya yang tertulis lengkap dalam Alquran dan sunnah. Ia percaya diri akan keislamannya. Tidaklah lagi ia butuh dan haus akan ideologi ciptaan manusia, sebab ia tahu dan yakin bahwa segala nilai positif dari ideologi-ideologi tersebut kalah jauh dengan syariat Islam yang telah mengatur segala aspek kehidupan manusia.

2. Jika seseorang beragama Islam namun menganut ideologi tertentu sebagai ideologi di samping agama Islam, berarti ada dualisme dalam pandangan hidupnya. Ia ragu-ragu akan kebenaran Islam sebagai pedoman hidup, sehingga butuh pandangan yang tampaknya lebih rasional, humanis, dan toleran. Konsekuensinya, akan muncul macam-macam pandangan seperti Islam liberal, Islam feminis, Islam komunis, dll. Padahal, antara keduanya punya kontradiksi yang mendasar. Dualisme seperti ini sering dianggap semu, karena cenderung mustahil untuk mendamaikan keduanya. Si penganut akan condong pada salah satu, sehingga kecenderungan pada yang satunya akan terhapus.

3. Bukankah berislam dan menjadikan ideologi lain sebagai pelengkap/tandingan(?) sama saja dengan menjadikan yang selain Allah sebagai berhala? Jika ditarik lebih jauh, pandangan ini dapat mengantarkan seseorang pada syirik aqidah.

4. Buya Hamka pernah memberikan analogi: bayangkan jika ada seorang anggota partai politik yang menganut ideologi berbeda dari ideologi partainya, tentu ia akan dianggap sebagai ancaman. Jika orang yang demikian semakin bertambah, tentulah partai tersebut bisa hancur sebab telah kehilangan identitasnya. Begitu juga dengan agama Islam. Jika seorang muslim menganut ideologi selain Islam, baginya itu bagus dan bermanfaat bagi umat Islam padahal sesungguhnya itu dapat menghancurkan Islam. Ia tidak sadar, bahwa cara terbaik untuk memperjuangkan agamanya adalah dengan meyakini kebenaran Islam secara total, kemudian mengupayakan seluruh tenaga dan pikiran (ikhtiar-ikhtiar halal duniawi) untuk berdakwah, mengajak orang untuk berbondong-bondong beriman dan berislam.

5. Islam adalah rahmat, maka bersyukurlah! tidak perlu khawatir Islam akan berbahaya dan otoritarian. Jika ada muslim yang otoriter, dzalim, aniaya, maka itu adalah sebab hawa nafsu manusia yang tidak berislam secara lurus. _Al islamu mahjubun bil muslimin (Kemuliaan Islam terhijab oleh umat muslim sendiri)._

6. Tampaknya tidak perlu juga kita mengatakan bahwa _Islam terbuka atas kritik dan boleh disalahkan._ Kritik terhadap Islam, bahkan tanpa perlu dipersilakan masuk, sudah ada sejak zaman Rasul. Kritik, keraguan, hingga perlawanan terhadap Islam merupakan hal niscaya dan memang inilah tantangan kita di dunia. Lantas, sudah seharusnya umat muslim hadir untuk membela Islam (murni), melawan kritik-kritik terhadap Islam, dan mengajak seluruh umat manusia untuk masuk ke dalam agama Islam, agama yang lurus, agama yang jauh lebih sempurna dibanding segala agama/pandangan/ideologi dunia. Karena memang inilah tugas seorang muslim.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar