16 Juni, 2020

PENDIDKAN NALAR DAN KARAKTER
Kultum Subuh oleh Abduh Hisyam
Ahad, 15/06/2020

Saya beranggapan bahwa ke(tidak)tertiban masyarakat dalam kehdiupan sehari-hari terkait dengan pendidikan yang ia dapatkan di masa kanak-kanak.  Jika seseorang dididik berdisiplin sejak kecil, di masa dewasa ia akan menjadi seorang yang sangat berdisiplin.  Hasil dari sebuah pendidikan tidak dapat dilihat dalam jangka waktu setahun atau sepuluh tahun.  Hasil pendidikan seseorang konon akan tampak setelah empatpuluh tahun.  Keadaan  orang-orang dewasa saat ini dibentuk oleh pendidikan yang mereka terima, yaitu saat mereka di sekolah. 

Bupati Kebumen mendeklarasikan new normal, dan mengumumkan bahwa Kebumen telah zero covid-19.  Bupati dan ketua DPRD mengajak beberapa orang pejabat pemkab secara demonstratif mencukur gundul kepala mereka.   Masyarakat memandang bahwa Kebumen telah bebas dari pandemic sehingga mereka keluar rumah tanpa memperhatiakn protokol kesehatan.  Tempat-tempat wisata dibuka, demikian pula tempat-tempat ibadah.  Warga membludak di tempat-tempat wisata. Dua hari kemudian, kasus paparan virus kembali meningkat.

Masyarakat yang sadar kesehatan tentu bertanya-tanya, apa alasan sang bupati sehingga ia berani mengatakan bahwa Kebumen telah terbebas dari pandemic covid-19, padahal virus masih tersebar dan tidak ada jaminan tidak menulari warga.  Sebuah keputusan yang diambil tanpa landasan ilmiah.  Secara akal sehat diketahui bahwa virus corona tidak akan hilang, apalagi saat vaksin penangkalnya belum ditemukan.  Keputusan bahwa Kebumen bebas covid-19 diambil berdasarkan nalar ataukah nafsu belaka?  Jangan-jangan  para pejabat kabupaten ini tidak punya nalar.

Tanpa pernyataan bahwa Kebumen zero-covid-19 pun, masyarakat sangat abai terhadap protokol kesehatan.  Mereka tidak peduli dengan physical distancing, dan sama sekali tidak mengenakan alat pelindung diri (APD).  Saat melihat seorang pekerja di pabriknya tidak mengenakan masker, ibu saya bertanya kepada sang pekerja, dan dijawab dengan enteng bahwa virus corona sudah hilang.   Persepsi bahwa virus telah hilang di Kebumen ini banyak dipegang warga.  Akibatnya sia-sia segala upaya yang telah dilakukan selama tiga bulan.  Pandemi bukan semakin reda namun semakin marak.

Sebagai pengamat pendidikan dan masyarakat, saya  melihat bahwa kejadian di Kebumen adalah cermin dari pendidikan di sekolah-sekolah selama ini.   Sekolah belum mampu membuat masyarakat bernalar.  Saya teringat hasil PISA yang dicapai para pelajar Indonesia tahun 2018.  Dari 76 negara yang diteliti, nilai para pelajar Indonesia adalah di peringkat 66.  Para pelajar kita menempati  sepuluh besar paling jeblok.  Nilai-nilai mereka jeblok di bidang membaca (371), matematika (379), dan sains (396).

Matematika adalah pelajaran untuk melatih para siswa bernalar.  Jika nilai matematika rendah, berarti kemampuan mereka dalam bernalar  rendah pula.  Itu tercermin dalam tindakan


pejabat pemerintahan.  Mereka bekerja tanpa nalar.  Padahal bernalar adalah perintah alquran:

أَفَلَا تَتَفَكَّرُونَ
Apakah kamu tidak berfikir (Alan’am/6: 50)

أَفَلَا تَعۡقِلُونَ
Apakah kamu tidak bernalar (Albaqarah/2:44)


Sains adalah pelajaran untuk melatih para siswa mengamati fenomena alam.  Para siswa dilatih agar senantiasa menggunakan data empiris dalam memutuskan sesuatu.  Jika seseorang tidak terbiasa memperhatikan data-data ilmiah maka keputusan yang ia ambil akan keliru, termasuk memutuskan Kebumen bebas covid-19.  Sebuah keputusan tanpa dasar ilmiah sama sekali. 

Memperhatikan fenomena alam adalah kewajiban agama, sebagaimana disebut dalam alquran:
أَفَلَا يَنظُرُونَ إِلَى ٱلۡإِبِلِ كَيۡفَ خُلِقَتۡ ١٧
Maka apakah mereka tidak memperhatikan unta bagaimana dia diciptakan (Alghasyiyah/88:17)
وَإِلَى ٱلسَّمَآءِ كَيۡفَ رُفِعَتۡ ١٨
Dan langit, bagaimana ia ditinggikan (Aghasyiyah/88:18)
وَإِلَى ٱلۡجِبَالِ كَيۡفَ نُصِبَتۡ ١٩
Dan gunung-gunung bagaimana ia ditegakkan (Alghasyiyah/88:19)


Slogan Kebumen adalah Beriman: bersih, indah, aman.  Beriman berarti mendasari segala  tindakan atas nilai-nilai agama: adil, ihsan, menggunakan nalar. 

Kita melihat masyarakat di masa pandemi ini banyak tidak mengikuti protokol kesehatan.  Mereka tidak mengenakan masker, berkerumun dan saling berjabat tangan, seoalah mereka steril dari virus.   Saya melihat ketidaktertiban ini adalah hasil dari pendidikan di negeri ini yang tidak pernah mengajari para siswa untuk bersikap tertib.  Di jalanan tidak tertib, juga di rumah dan di sekolah. 

Penanaman agar para siswa tidak membuang sampah sembarangan, menjaga kebersihan, dan berperilaku sopan adalah hal-hal yang berperan penting dalam kehidupan.  Namun saya khawatir itu semua tidak pernah ditanamkan oleh para guru kepada anak-anak didiknya.  Jika kini terjadi polusi di sungai, laut, dan udara, itu karena di sekolah tidak pernah ada pendidikan membuang sampah pada tempatnya.

Pembentukan karakter dan budi pekerti luhur mesti dimulai sejak dini. Jika sudah jadi pejabat, sudah terlambat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar