30 Juli, 2022

Kenapa wanita selalu di belakang?


 Pagi ini ibu mengajakku mengikuti pengajian di desaku. Sebenarnya tubuh rasanya capek sekali dan entah kenapa mengantuk, tapi ya sudah aku paksakan saja untuk bersiap-siap berangkat ke masjid. Kami berangkat menggunakan motor, angin dingin pagi pun menerpa kami. Sesampainya disana seperti biasa disuguhkan minuman teh dan kopi yang bisa diambil sepuasnya. Saat aku sedang menuangkan air teh, aku mendengar ibu-ibu petugas konsumsi bicara kepada temannya "kayake penuh deh nggon ibu2". Aku sudah bisa menebak seperti apa tempat pengajian bagi para perempuan muslimah. Sampailah kami di tempat bagian perempuan dan seperti biasa _disappointed but not surprised_ ketika melihat tempat bagian perempuan saat pengajian. Bayangkan kawan-kawan, kalian tahu masjid? Nah bagian dalam masjid itu di tempat imam itulah tempat si Pengisi pengajian, kemudian bagian dalam masjid yang luas itu hanya dipakai dipinggirannya saja oleh kaum laki-laki. Alhasil tengah kosong blong! dan dimana tempat kaum perempuan? Yak betul! Di _emperan_ masjid atau di tempat masuk masjid. Ini sangat sering terjadi dan hampir dimana-mana. Orang banyak nyinyir ketika perempuan memperjuangkan kesetaraan, katanya "untuk apa sih menyerukan kesetaraan gender dll wong apa-apa udah setara kok!". Is this you called gender equality?? Kaum perempuan, ibu-ibu, kalau ditanya apakah nyaman mendengarkan pengajian di emperan masjid kalau mau jujur ya mereka tidak nyaman. Tapi itu adanya, ibu-ibu sangat ingin mendengarkan pengajian sampai di emperan pun mereka tidak peduli. Namun dengan tempat perempuan yang seperti ini ya jangan salahkan jika niatnya berbeda dengan perbuatan. Niat mendengarkan pengajian, akhirnya hanya membuka hp atau mengobrol atau melihat burung dara yang sedang berjalan di halaman masjid. Itu pun sering ditegur bahwa ibu-ibu sering ngobrol pada saat pengajian. Ya bagaimana? Kita tidak bisa melihat sang Narasumber, tempat perempuan penuh jadi sebagian menghadap ke barat, timur dan lain-lain jadi fokusnya pun macam-macam. Sesampainya di masjid berasa hanya mendengar podcast saja yang sebenarnya bisa juga didengar di rumah. Sangat disayangkan. Apa susahnya sih? Jika masjid itu dibagi 2 secara vertikal sehingga laki-laki dan perempuan bisa dengan nyaman dan mudah dalam mendengarkan pengajian. Apa susahnya sih untuk bersikap adil tanpa pandang gender? 

Berarti bisa disimpulkan bahwa PCM yang menyelenggarakan pengajian ini dan pengajian-pengajian yang seperti ini belum ramah terhadap perempuan. Agak ironis agaknya karena Nasyiatul Aisyiah dan Aisyiyah adalah gerakan perempuan yang selalu menggemborkan ramah perempuan dan anak. Kaum perempuan *berhak mendengarkan dengan nyaman dan dengan jelas dalam majelis ilmu* . Ini kritik untuk semua penyelenggara kajian yang masih sering menempatkan perempuan seenaknya. Seharusnya pengajian ini bisa membuat saya yang sedang ngantuk jadi tergugah dengan ilmu-ilmu yang diberikan, namun dengan kondisi yang seperti ini ya adanya malah tambah ngantuk. 


Pemerhati isu-isu perempuan. Ahad, 31 Juli 2022

Tidak ada komentar:

Posting Komentar