03 Januari, 2013

Habibie

oleh : Abduh Hisyam


HABIBIE

Bangsa Indonesia sesungguhnya pernah diperhitungakan bangsa-bangsa lain saat Habibie masih berpengaruh di negeri ini.  Ia berhasil membangun industri pesawat terbang nasional yang disegani bangsa lain, namun anehnya dicibirkan oleh bangsa sendiri.  Saat berada di Iran, di hadapan para ilmuwan dan sarjana di Teheran, wakil presiden Iran dalam pidatonya mengatakan, "Mr. Habibie, in technology you are not only our leader;  you are our Imam." IPTN mendapat lisensi dari Casa, pabrik pesawat terbang Sapnyol. Prestasi Indonesia  sangat membanggakan saat itu. Namun orang Indonesia tidak pernah percaya diri bahwa mereka mampu membuat pesawat yang sangat canggih bahkan paling canggih di kelasnya.  Saat Habibie meluncurkan produk CN 250, yang diperdengarkan bangsa ini bukan pujian namun celaan. 

Ada anekdot yang sangat menghina diri bangsa ini.  Begini:  “Dalam perang antara Irak lawan AS,  ada sepasukan tentara Irak berjaga-jaga.  Saat lewat pesawat buatan Inggris, tetara Irak itu teriak: “tembak!”  Pesawat itu pun ditembak dengan meriam, namun tidak kena.  Meriam yang menembak pesawat itu tidak mengenai sasaran.  Demikian pula saat lewat pesawat  buatan Amerika. Mereka segera membidik, namun saat ditembak, pesawat itu gesit menghindari terjangan peluru. Nah saat lewat pesawat buatan Indonesia, para tentara Irak itu malah duduk-duduk saja. Sang komandan bertanya, “Mengapa tidak kalian tembak itu pesawat?” Jawab tentara, “Tidak usah ditembak, toh nanti juga jatuh sendiri.”  Anehnya anekdot itu diciptakan oleh bangsa Indonesia sendiri.  Anekdot itu ditujukan untuk menghina Habibie.

Saat pesawat CN 235 dibeli oleh pemerintah Thailand dengan barter beras ketan,  koran-koran di Indoneisa   termasuk Kompas, mengolok-olok  Habibie.  Mereka mempertanyakan, mengapa tidak dibayar dengan uang tunai.  Padahal saat pemerintahan  Megawati  beli pesawat tempur Sukhoi dari Rusia, Indonesia  membayarnya tidak dengan uang tunai melainkan dengan minyak sawit.   Dan Koran Rusia tidak ada yang mengejek Vladimir Putin  karena pesawatnya tidak dibayar dengan uang tunai. Tidak ada yang salah dengan model jua beli semacam ini.   Saya menjual genteng, si pembeli membayarnya dengan kayu bakar, that’s ok!  Ada apa dengan beras ketan?  Hinakah makanan yang bernama beras ketan itu?  Barangkali yang menilai rendah  beras ketan memang benar-benar tidak suka makan beras ketan.

Saat jadi presiden, tiap hari ada demonstrasi menentang kepemimpinan Habibie. Setiap hari, bung!  
Akan  tetapi tidak ada seorang pun demonstran yang ditangkap, sekalipun yang mereka suarakan tidak proporsional.  Ke mana sekarang para demonstran itu?  Apakah kepemimpinan SBY lebih baik daripada Habibie sehingga tidak perlu lagi ada demonstrasi? 

Butet Kartarajasa, saat menggambarkan Habibie dalam monolognya bahkan berkata, “Cilik! Apa nggak ada stok lain?” Adakah yang keliru dengan fisik kecil namun punya integritas.  Apakah  fisik besar lebih baik sekalipun  tidak berani ambil resik?  Habibie berbadan kecil, namun para ahli teknologi seluruh dunia, setuju atau tidak, hormat kepadanya.  Ia berani mengambil resiko mengadakan referendum di Timor Timur, yang akhirnya membuat Timor Timur memisahkan diri dari Indonesia.

Habibie pula yang mampu menekan nilai tukar dollar hingga Rp. 7000,-, padahal sebelumnya dollar mencapai Rp. 15.000,- bahkan lebih.   Di masa pemerintahannya pula diselenggarakan Pemilihan Umum paling demokratis setelah tahun 1955.  Semua orang boleh bikin partai.  Tidak ada sensor terhadap suratkabar.   Tidak perlu SIUPP untuk menerbitkan surat kabar.   Demikian indah pretasi yang diukir oleh Habibie, akan tetapi ia dihina  bahkan di depan umum.

Pada sidang umum MPR, usai Presiden Hbibie membacakan pidato pertanggunjawaban, beberapa anggota MPR/DPR berteriak ‘hu….hu…” kepada Habibie.  Mereka ingin merendahkan Habibie.
Untung saat itu ada AM Fatwa yang mengingatkan para anggota MPR dan DPR bahwa Habibie adalah seorang presiden dan personifikasi bangsa Indonesia yang harus mereka hormati.  Bayangkan, anggota DPR yang terhormat berperilaku seperti itu.

Kini pak Habibie sudah tua.  Mereka yang membenci Habibie mungkin sedang berkuasa saat ini.  Namun apa yang diberikan oleh para pembencinya itu untuk negeri dan bangsa ini?  Habibie telah berusaha membangun pusat teknologi dirgantara yang cocok untuk Indonesia yang merupakan negara kepulauan.  Hasil jerih payahnya sengaja dibuat bangkrut dan dilupakan. Amal solehnya diabaikan.  

Banyak yang membenci Habibie karena beliau pernah dekat dengan pak Harto.  Ada pula yang membencinya karena beliau pernah menjadi ketua Ikatan Cemdekaiawan Muslim Indonesia (ICMI).  Orang-orang Katholik dan Kristen sangat ketakutan dengan keberadaan ICMI.  Orang-orang  mantan pejabat Orde baru yang kemudian tersingkir tiba-tiba ketakutan.  Beni Moerdani, BJ Soemarlin, tiba-tiba tidak terdengar perannya.  Padahal mereka tadinya adalah orang-orang yang sangat dekat dengan Soeharto. Orang seperti Sarwono Kusumaatmaja  mendirikan Persatuan Cendekiawan Pembangunan Pancasila (PCPP) yang diketuai Prof. Rubianto Misman, rektor Unsoed saat itu.   Abdurrahman Wahid, ketua umum NU saat itu,   juga  orang yang berseberangan dengan Habibie.  

Tidak ada rasa termakasih di dunia ini.  Padahal kata Rasulullah, “Siapa yang tidak berterimakasih kepada sesama  manusia, maka ia tidak berterimakasih kepada Allah.”   Bilakah bangsa ini tampil terhormat kembali di bidang ilmu dan teknologi?  Jawabannya ada pada kita.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar