01 Februari, 2016

Berburu Sate Klathak


 Penulis : Abduh Hisyam

Akhir pekan lalu saya dan istri ditemani Nadia -anak gadisku yang paling besar- berkunjung ke Yogya.  Anakku terkecil Jasmine akan tampil di konser  ulangtahun sekolahnya.  Ia bersekolah di Sekolah Menengah Musik (SMM) Yogyakarta. Saya sangat menunggu moment ini karena sudah lama tidak bertemu Jasmine.  Saat liburan sekolah tempo hari ia hanya sebentar saya temui karena saya harus menunggu bapak selama seminggu di rumah sakit.  Akhir pekan ini saat yang sangat saya tunggu-tunggu.

Akhir pekan yang lalu saya tidak mengajak Jasmine pergi ke Puncak, Jawa Barat untuk menghadiri reuni bersama teman-teman Formaci Forum Mahasiswa Ciputat).  Saya hanya pergi bersama Nadia. Saya merasa tidak adil tidak mengajak Jasmine, sekalipun alasan saya pasti sangat kuat karena Jasmine harus bersekolah sedangkan Nadia masih libur.  Kini saat menebus kegundahan hati saya.

Semestinya di Yogya saya akan bertemu dengan Yuniyanti Chudzaifah, anggota Komnas Perempuan, yang sedang berlibur di Yogya.   Namun saat belum tiba di Yogya ia kirim pesan bahwa ia harus segera ke Jakarta karena ada sahabatnya yang sedang sakit. Berangkat dari Kebumen pukul 9, kami tiba di Yogya pukul 12:30.  Perjalanan yang lambat. 

Sore hari kami berjalan kaki di jalan Parangtritis, minum kopi dan wedang jahe di angkringan dan bertanya-tanya tentang lokasi sate Klathak.  Sepanjang jalan Pangtritis adalah tempat yang sangat asyik untuk berjalan-jalan.  Jarak dari ujung jalan ke ujung lainnya sekitar 1,5 km.  Tidak terlalu lelah jika kita menyusuri jalan tersebut sambil melihat-lihat kiri kanan jalan.  Suasananya tidak tidak seramai jalan Malioboro, namun mengasyikkan.  Banyak hotel kecil di sepanjang jalan.





***
  
Beberapa hari sebelum ke Yogya istri saya selalu mengingatkan ingin mencicipi sate Klathak.  Ia sering mendengar sate Klathak namun belum pernah sekali pun merasakan makanan itu.  Saya pun menjawab dengan sekenanya, bahwa tidak ada sate seenak sate Tegal.  Oalah! Sindrom chauvinisme.

Mendenagr namanya, Klathak, membuat saya berimajinasi sate itu penuh dengan tulang sehingga jika dikunyah akan terdengar bunyi “..klathak…klathak..”  

Sungguh aneh nama kuliner yang saya pernah rasakan.  Kali ini sate yng akan kami cicipi adalah sate Klatahak.   Beberapa waktu yang lalu sepulang dari berlibur di kepulauan Karimunjawa kami  berhenti di Secang, tepatnya di kafe Kopi Klothok.  Di telinga orang Tegal, klothok adalah sebuah bunyi yang antara lain dihasilkan oleh sebuah benda yang diletakkan di dalam bumbung bambo yang sudah tua, dan dikocok-kocok.  Bunyinya adalah ..”klothok..klothok..”  Menurut empunya kafe, kopi Klothok adalah perpaduan antara kopi Robusta dan Arabica. 

Jika pulang kampung saat lebaran, di hampir setiap rumah di Tegal pasti disediakan kacang klithik.  Ini adalah kacang yang rasanya mirip kacang Bogor (ada yang menyebutnya kacang Banten) namun ukurannya kecil.  Saat kecil di bulan Ramadhan para tetangga sibuk merendam biji kacang ini  lalu dikupas, dijemur dan digoreng.  Teman-temanku banyak yang ikut mengupas kacang ini agar bisa mendapat upah beberapa rupiah.  Saat itu uang satu rupiah bisa untuk beli aromanis atau gulali.
Selain sate klathak, kopi kothook, dan kacang klithik, ada juga kluthuk.  Ini sejenis pisang yang brbiji.  Kini saya sudah tidak pernah memakannya.  Padahal dulu banyak dijual di warung-warung.  Asyik juga makan pisang dengan hati-hati memisahkan daging pisang dari biji-bijinya saat berada di dalam mulut.  Getah daun pisang kluthuk sangat berkhasiat menyembuhkan luka.

Sate Klathak, kopi Klothok, kacang Klithik, dan pisang Kluthuk.  Tinggal makanan bernama klethek saja yang belum  saya dengar.

***

Episode kali ini adalah hunting sate Klathak.  Saya sebetulnya tidak terlalu antusias. Namun karena istriku mengatakan bahwa sate itu sangat enak, saya pun siap hunting, apalagi Jasmine mengaku sudah beberapa kali ke Klathak.  Ia mengatakan sate itu sangat enak.   Rasanya asin, katanya.  Namun ia tidak tahu persis lokasinya.  

Kami ke menuju ke lokasi sate Klatahak usai menyaksikan konser di sekolah Jasmine.  Saat itu pukul 22:30.  Dengan dipandu GPS yang dioperasikan Nadia kami meluncur ke Pasar Jejeran, tempat sate Klathak.  

Jika anda sedang berada di  Yogya dan ingin menikmati sate Klathak,  anda tinggal meluncur ke arah Imogiri dari perempatan Giwangan.  Terus saja meluncur ke arah selatan hingga tiba di daerah Plered, tepatnya di Pasar Jejeran.  Jika anda bertemu dengan MAN Plered atau SMK Muhammadiyah Plered, maka anda sudah berada sangat dekat.  Tanya saja lah.  Insyallah semua orang di situ tahu. Warung sate Klathak yang saya rekomendasikan adalah Sate Klathak Pak Bari.  Nama Pak Bari mengingatkan saya kepada kitab Fathul Bari, sebuah kitab syarah Shahih Bukhari.   Saya juga teringat dengan pak Abdul Bari, atau Dul Bari yang pernah tinggal sekampung denganku di Tegal saat saya kecil. 

Jika anda datang ke Plered siang hari, warung pak Bari belum buka.  Namun tidak usah khawatir karena banyak warung sate Klathak lain yang buka siang hingga malam hari.  Warung pak Bari hanya buka malam hari, dan lokasinya di Pasar Jejeran. Warungnya terbuka dan tidak berdinding.  Ia hanya menggunakan ruang yang cukup lapang di dalam pasar.  Di siang hari, ruang itu dipakai oleh para pedagang untuk berjualan.  

Memasuki Plered anda akan bertemu dengan traffick light.  Beberapa meter arah selatan dari traffick light itu, monggo anda belok kiri memasuki pasar.   Di situ, di kiri kanan jalan akan anda temui banyak mobil dan motor parkir.     Jika anda beruntung, anda bisa langusng dapat seporsi sate Klathak, yaitu dua tusuk sate.   Daging sate ditusuk dengan kawat –mungkin bekas ruji sepeda—dan dibakar.  Rasanya asin.  Sate itu dihidangkan dengan kuah kari.  Sambil menunggu sate dihidangkan,  anda akan didatangi pelayan yang menawari minuman.  The poci dengan gula batu adalah minuman yang sangat pas.   The disajikan di dalam poci logam kecil yang berwarna hijau putih.  Saya teringat saat kecil dulu nenekku punya teko seperti itu.  Warnanya juga hijau putih. 

Jika pengunjung banyak, seperti saat saya datang yaitu pas malam Minggu, anda harus sabar mengantri.   Namun  anda bisa saja tidak mendapat jatah secuil pun.  Tapi jangan khawatir,  duduk-duduk di warung itu sambil minum teh poci bisa menghilangkan kekecewaan karena tidak kebagian sate.   Suasana di warung itu sangat mengesankan.  Anda bisa memilih tempat duduk di mana saja.  Mau lesehan boleh, mau duduk di atas kursi juga monggo.  Mau di tempat yang terang benderang bisa, mau di tempat yang remang-remang juga bisa.  i luar ruang juga disediakan meja kursi. Memandang para pengunjung  yang ada diwarung itu pun sudah membahagiakan hati.  Kebanyakan orang-orang yang datang ganteng, cantik, banyak yang berbusana muslimah, tidak sedikit pula yang pakaiannnya terbuka.  Ada pula  sekelompok pengunjung yang penampilannya sangat ndeso, baik wajah maupun pakaian serta obrolannya.  Asyik.

Saat saya tiba, warung sedang penuh pengunjung.  Waktu menunjukkan pukul 23:00.   Televisi tua yang ada di warung itu sedang menayangkan siaran pertandingan Liga Spanyol antara Bercelona vs Atletico Madrid.  Setelah pesan minuman, saya ke tempat orang yang sedang mengipas sate dan langsung pesan.  Ternyata orang yang mengipasi sate itu adalah yang bernama pak Bari.  Orangnya berbadan gempal dan usianya baru empat puluh limaan.  Barangkali sebaya saya.  Saya pun memesan sate dan nasi empat porsi.  Ternyata pak Bari mengatakan bahwa sate habis.  Saya  bilang kepada istri yang segera menuju pak Bari.  Saya dengan enteng pergi ke depan layar TV dan menonton Barcelona.  Tidak dapat sate, tapi bisa nonton Barca.  Impas. 

Entah apa yang dikatakan istriku.  Akhirnya Pak Bari bilang bahwa jatah sate untuk kami ada.  Bahkan ketika kami menambah satu porsi tongseng, o ternyata  bisa.  Wah. Alhamdulillah!  Kami pun meyantap hidangan sate Klathak  malam itu hingga tandas.  

Masih banyak orang berdatangan yang harus pulang lagi dengan gigit jari karena kehabisan sate.  Saat saya beranjak pergi, masih banyak orang yang mengobrol di warung itu.  Sungguh menyenangkan menghabiskan malam di tempat itu.






***

Rasa sate Klathak menurut saya tidak istimewa.  Bagi saya sate Tegal adalah sate terenak yang pernah saya nikmati.  Akan tetapi suasana warung pak Bari itulah yang membuat saya ingin datang lagi ke sana.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar